Sosok Kh. Ahmad Dimyati, Pendiri Pesantren Mafazah Assalafiyah

Sedang Trending 3 tahun yang lalu

Setiap tahun, Pondok Pesantren Mafazah Assalafiyah nan bertempat tinggal di Kp. Mapajah RT 03 RW 10 Desa Pasirpogor Kecamatan Sindangkerta Kabupaten Bandung Barat menyelenggarakan aktivitas haul para pendiri Pondok Pesantren Mafazah. Selain untuk mendoakan, aktivitas haul juga dilaksanakan dalam rangka silaturahmi santri, alumni, dan masyarakat umum.

Dalam aktivitas haul diceritakan beberapa perihal nan berangkaian dengan sejarah dan sosok-sosok pendiri pesantren Mafazah. Dan melalui tulisan ini, secara singkat penulis bakal membahas sosok Mama Mafazah sebagai pendiri Pondok Pesantren Mafazah.

Mama KH Ahmad Dimyati Mafazah

Mengenal Mama Mafazah

Mama Mafazah mempunyai nama original KH. Ahmad Dimyati. Ayahnya berjulukan Mad Tarif dan Ibunya berjulukan Umi Sar'ah.

Sampai saat ini, penulis belum menemukan catatan kelahiran Mama Mafazah. Namun memandang dari catatan kelahiran anak keduanya (almarhum KH. Asep Hasanudin) nan menurut family lahir di tahun 1939, maka diperkirakan Mama Mafazah lahir antara tahun 1900 sampai 1910 dengan mengukur usia rata-rata seseorang menikah di usia 20-30 tahun.

Mama Mafazah merupakan anak ke-3 dari 7 bersaudara. Secara berurutan, 7 berkerabat tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Hj. Siti Maemunah, dimakamkan di pemakaman umum Dungusgede.
  2. H. Hasan, dimakamkan di pemakaman umum Dungusgede.
  3. KH. Ahmad Dimyati/Mama Mafazah, dimakamkan di komplek pemakaman family Pesantren Mafazah.
  4. KH. Mahmudin, dimakamkan di komplek pemakaman family Pesantren Mafazah.
  5. H. Sahya, dimakamkan di pemakaman umum Dungusgede.
  6. KH. Suja'i, dimakamkan di pemakaman umum Pangauban. Salah satu anak beliau adalah KH. Asep Suja'i adalah sesepuh Pondok Pesantren Barokatul Haromain Plered Purwakarta.
  7. H. Syafi’i, dimakamkan di pemakaman umum Dungusgede.

Dalam pejalanan hidupnya, KH. Ahmad Dimyati pernah menikah sebanyak dua kali. Disebutkan, istri pertama beliau berjulukan Neneng. Namun pada pernikahan ini terjadi perceraian dan tidak ada keturunan.

Kemudian beliau menikah lagi dengan Hj. Siti Masitoh (Embu) nan pada saat itu juga berstatus janda. Hj. Siti Masitoh ini sebelumnya pernah menikah dengan KH. Komar Darojatulloh nan dikenal selanjutnya sebagai Mama Pajagalan Cililin.

Mama Pajagalan Cililin merupakan sahabat dari Mama Mafazah. Keduanya pernah sama-sama mondok dan menimba pengetahuan di Pesantren Mama Cijerah. Sehingga pernikahan Mama Mafazah bisa dikatakan menikahi mantan istri sahabatnya.

Dari pernikahan Mama Mafazah dengan Embu Hj. Siti Masitoh lahir sejumlah anak, diantaranya:

  1. Burhan, meninggal waktu tetap anak-anak.
  2. KH. Asep Hasanudin (Alm.), Merupakan pendiri Pondok Pesantren Al-Huda Radio Cililin).
  3. KH. Aceng (Alm.), merupakan tokoh kepercayaan di Cibabat.
  4. H. Daud, tinggal di Kp. Pasirpogor Desa Puncaksari.
  5. Hj. Euis, tinggal di Kp. Cimuncang Desa Pasirpogor.
  6. KH. Gufron Dimyati (Alm.), majelis pembimbing dan ketua KBIHU Mafazah Assalafiyah.
  7. KH. Saepulloh (Alm.), majelis pembimbing di Pesantren Mafazah Assalafiyah, meninggal tahun 2022.
  8. Bpk. Dudun Sya'duloh, majelis pembimbing di Pesantren Mafazah Assalafiyah.
  9. Hj. Imas, tinggal Pondok Pesantren al-Ikhlas Cikawung, Sukamulya, Cipongkor.
  10. Neneng, meninggal waktu kecil.
  11. Hj. Toto, tinggal di Pondok Pesantren Mafazah Assalafiyah.
  12. Maesaroh, meninggal waktu kecil.
  13. Hj. Neneng Nurlatipah, tinggal di Pondok Pesantren Mafazah Assalafiyah.

Perjalanan Ngaji Mama Mafazah

Ahmad Dimyati mini merupakan sosok nan sederhana. Kesehariannya tidak lepas dari membantu pekerjaan-pekerjaan kedua orang tuanya sebagai seorang petani.

Berbeda dengan kakak dan adiknya, Ahmad Dimyati mini tidak langsung dimasukan ke pesantren. Bahkan dia tidak mengenyam bangku pendidikan sekolah sebagaimana saudaranya nan lain.

Kesehariannya hanya berkutat pada kegiatan-kegiatan sebagaimana penduduk desa pada umumnya seperti menggarap sawah, mengurus ternak, mengolah kebun, dan lain sebagainya.

Suatu ketika, Ahmad Dimyati mini disuruh oleh ayahnya untuk menggiring kerbau-kerbau nan sedang dilepas di pesawahan untuk dibawa kembali pulang.

Pada saat mengerjakan tugas tersebut, Ahmad Dimyati mengalami kesulitan untuk menggiring kerbau-kerbaunya. Waktu terus larut hingga menjelang maghrib, namun dia tetap belum juga sukses menggiring kerbau-kerbaunya.

Pada akhirnya, sang ayah datang menyusul dan memarahi Ahmad Dimyati lantaran ketidakmampuannya menggiring kerbau. Kerbau-kerbaunya itu pun dipukul oleh sang ayah hingga berontak. Dalam suasana seperti itu, kerbau nan panik lantas menginjak kaki Ahmad Dimyati. nan pada akhirnya beberapa jari kaki Ahmad Dimyati terputus akibat injakan kerbau.

Atas kejadian ini, Ahmad Dimyati merasa sedih. Ia menjadi banyak merenung dan berpikir mau seperti saudara-saudaranya mengenyam pendidikan. Lantas dia pun memutuskan untuk kabur dari rumah dan berangkat ke pesantren tempat dimana kakaknya nan berjulukan Hasan mondok. Pesantren tersebut adalah pesantren Sukamanah Cibitung nan diasuh oleh KH. Muhamad Ilyas (Mama Cibitung).

Ketika sedang di pondok, beberpa kali Ahmad Dimyati diminta pulang oleh ayahnya. Namun dia enggan dan bersikeras untuk tetap tinggal di pesantren dengan belajar kepada KH. Muhammad Ilyas (Mama Cibitung). Hingga pada akhirnya, kedua orang tuanya pun menyetujui keputusan Ahmad Dimyati untuk mondok.

Selanjutnya dalam belajar pengetahuan agama, tidak banyak pesantren nan beliau singgahi. Tercatat ada 3 pesantren nan menjadi tempat mondok Ahmad Dimyati. Pertama, di Pesantren Cibitung belajar pada KH. Muhammad Ilyas (Mama Cibitung). Kedua, di pesantren Cijerah belajar pada KH. Muhammad Syafi’i (Mama Cijerah). Dan ketiga di Pesantren Sukaraja Garut belajar pada Syaikh Adra'i. Di Sukaraja, Mama Mafazah seangkatan dengan Raden Usman Sadang dan Mama Sanja Kadukaweng.

Kedekatan KH. Ahmad Dimyati dengan gurunya KH. Muhammad Ilyas Cibitung bisa dikatakan erat. Diceritakan beberapa kali KH. Muhammad Ilyas Cibitung berjamu ke Pesantren Mafazah untuk menengok muridnya nan yang juga merintis pesantren.

Tentang Pesantren Mafazah Assalafiyah

Pesantren Mafazah Assalafiyah dberdiri sebelum masa kemerdekaan. Pesantren ini didirikan oleh KH. Ahmad Dimyati setelah beliau menikah dengan Hj. Siti Masitoh.

Pada masa awal berdiri, aktivitas pengajian di pesantren Mafazah digarap sendiri oleh KH. Ahmad Dimyati. Namun dengan bertambahnya santri, beliau membujuk adiknya KH. Mahmudin nan saat itu tinggal di Kampung Malandang (Desa Pasirpogor) untuk ikut membantu mengajar santri.

Beberapa waktu kemudian, adiknya nan lain H. Syafi'i nan tinggal di Kampung Cigombong pun diajak untuk mengajar santri.

Hingga akhirnya, KH. Mahmudin dan H. Syafi'i turut menetap di lingkungan pesantren nan saat ini dikenal sebagai kampung mapajah.

Hanya saja dalam perjalanannya, KH. Mahmudin meninggal terlebih dahulu, disusul oleh H. Syafi'i.

Sehingga selanjutnya ketika anak-anak KH. Ahmad Dimyati dewasa, aktivitas mengajar dan mengelola pesantren dilanjutkan oleh anak dan mantu beliau.

Adapun nan saat ini pesantren Mafazah dikelola secara langsung oleh KH. Gufron Dimyati, KH. Syaifulloh, Bpk. Dudun Sya'dulloh, KH. Syaiful Qudus, KH. Amin Bunyamin.

Selain pendidikan pesantren salafiyah, Pesantrrn Mafazah juga menyelenggarakan golongan pengarahan ibadah haji nan diketuai oleh Almarhun KH. Gufron Dimyati.

Oleh: Ang Rifkiyal

Selengkapnya