Terjemah Bulughul Maram (12)

Sedang Trending 3 bulan yang lalu

بسم  الله الرحمن الرحيم

Terjemah Bulughul Maram (12)

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang nan mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:

Berikut lanjutan terjemah Bulughul Maram karya Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penerjemahan buku ini tulus karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.

Dalam menyebutkan takhrijnya, kami banyak merujuk kepada dua kitab; Takhrij dari cetakan Darul ‘Aqidah nan banyak merujuk kepada kitab-kitab karya Syaikh M. Nashiruddin Al Albani rahimahullah, dan Buluughul Maram takhrij Syaikh Sumair Az Zuhairiy –hafizhahullah- nan kami singkat dengan ‘TSZ’.

Kitab Shalat

بَـــابُ شُــرُوطِ اَلصَّلَاةِ

Bab Syarat-Syarat Shalat

220- عَنْ عَلِيِّ بْنِ طَلْقٍ t قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , إِذَا فَسَا أَحَدُكُمْ فِي اَلصَّلَاةِ فَلْيَنْصَرِفْ , وَلْيَتَوَضَّأْ , وَلْيُعِدْ اَلصَّلَاةَ -  رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ , وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ .

220. Dari Ali bin Thalq radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara Anda buang angin dalam shalat maka keluarlah (dari shalat), hendaknya dia berwudhu dan ulangi shalatnya.” (Diriwayatkan oleh lima orang Ahli Hadits dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)[i]

وَعَنْ عَائِشَةَ t قَالَتْ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , مَنْ أَصَابَهُ قَيْءٌ , أَوْ رُعَافٌ , أَوْ مَذْيٌ , فَلْيَنْصَرِفْ , فَلْيَتَوَضَّأْ , ثُمَّ لِيَبْنِ عَلَى صَلَاتِهِ , وَهُوَ فِي ذَلِكَ لَا يَتَكَلَّمُ -  رَوَاهُ اِبْنُ مَاجَهْ , وَضَعَّفَهُ أَحْمَدُ

221. Dari Aisyah radhiyallahu 'anha dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa nan muntah, mimisan, atau keluar madzi, maka hendaknya dia keluar dari shalat dan berwudhu’, lampau ia lanjutkan shalatnya. Ketika keluar dari shalat, dia tidak boleh berbicara.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan didha'ifkan oleh Ahmad)

Dha’if, diriwayatkan oleh Ibnu Majah (1221), hadits ini telah disebutkan di nomor 80. Catatan: Dalam sebagian naskah Bulughul Maram hadits ini tidak disebutkan di bab ini.

221- وَعَنْهَا , عَنْ اَلنَّبِيِّ r قَالَ : , لَا يَقْبَلُ اَللَّهُ صَلَاةَ حَائِضٍ إِلَّا بِخِمَارٍ -  رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ إِلَّا النَّسَائِيُّ , وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ.

221. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda, “Allah tidak menerima shalat wanita nan sudah haidh selain dengan khimar (kerudung).” (Diriwayatkan oleh lima orang Ahli Hadits selain Nasa’i, dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)[ii]

222- وَعَنْ جَابِرٍ t أَنَّ اَلنَّبِيَّ r قَالَ لَهُ : , إِنْ كَانَ اَلثَّوْبُ وَاسِعًا فَالْتَحِفْ بِهِ" -  - يَعْنِي : فِي اَلصَّلَاةِ - وَلِمُسْلِمٍ : , "فَخَالِفْ بَيْنَ طَرَفَيْهِ - وَإِنْ كَانَ ضَيِّقًا فَاتَّزِرْ بِهِ " -  . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ .

222. Dari Jabir radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berfirman kepadanya, “Jika baju tersebut luas maka berselimutlah dengannya –yakni dalam shalat-.”  Sedangkan dalam riwayat Muslim lafaznya, “Maka rentangkanlah kedua  ujungnya, namun jika sempit maka jadikanlah sarung.” (Muttafaq ‘alaih)[iii]

223- وَلَهُمَا مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ t , لَا يُصَلِّي أَحَدُكُمْ فِي اَلثَّوْبِ اَلْوَاحِدِ لَيْسَ عَلَى عَاتِقِهِ مِنْهُ شَيْءٌ -

223. Dan dalam riwayat Muttafaq ‘alaih juga dari hadits Abu Hurairah disebutkan, “Janganlah salah seorang di antara Anda shalat dengan satu kain, nan bagian atas pundaknya tidak tertutup.”[iv]

224- وَعَنْ أُمِّ سَلَمَةَ - رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا- ; أَنَّهَا سَأَلَتْ اَلنَّبِيِّ r , أَتُصَلِّي اَلْمَرْأَةُ فِي دِرْعٍ وَخِمَارٍ , بِغَيْرِ إِزَارٍ ? قَالَ : "إِذَا كَانَ اَلدِّرْعُ سَابِغًا يُغَطِّي ظُهُورَ قَدَمَيْهَا -  أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ وَصَحَّحَ اَلْأَئِمَّةُ وَقْفَهُ .

224. Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, bahwa dia pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bolehkah seorang wanita shalat dengan busana panjang dan khimar (kerudung) saja, tanpa memakai sarung?” Beliau menjawab, “Apabila busana tersebut lebar sampai menutupi bagian atas kedua kakinya (maka boleh).” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, para imam menshahihkan nan mauqufnya)[v]

225- وَعَنْ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ t قَالَ : , كُنَّا مَعَ اَلنَّبِيِّ r فِي لَيْلَةٍ مَظْلَمَةٍ , فَأَشْكَلَتْ عَلَيْنَا اَلْقِبْلَةُ , فَصَلَّيْنَا . فَلَمَّا طَلَعَتِ اَلشَّمْسُ إِذَا نَحْنُ صَلَّيْنَا إِلَى غَيْرِ اَلْقِبْلَةِ , فَنَزَلَتْ : (فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اَللَّهِ ) -  أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ وَضَعَّفَهُ .

225. Dari ‘Amir bin Rabi’ah radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Kami pernah berbareng Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu malam nan gelap, lampau kami kebingungan mencari arah kiblat, kami pun kemudian shalat. Ketika mentari terbit, rupanya kami shalat tidak menghadap kiblat. Lalu turunlah ayat (yang artinya) “Maka ke arah mana saja kamu menghadap, di situlah wajah Allah [Al Baqarah: 115].” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi, tetapi dia mendha’ifkannya)[vi]

226- وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , مَا بَيْنَ اَلْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ قِبْلَةٌ -  رَوَاهُ اَلتِّرْمِذِيُّ , وَقَوَّاهُ اَلْبُخَارِيُّ .

226.            Dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Arah yang berada di antara timur dan barat itu kiblat.” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan dikuatkan oleh Bukhari) [vii]

227- وَعَنْ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ t قَالَ : , رَأَيْتُ رَسُولَ اَللَّهِ r يُصَلِّي عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَتْ بِهِ -  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ . زَادَ اَلْبُخَارِيُّ : , يُومِئُ بِرَأْسِهِ , وَلَمْ يَكُنْ يَصْنَعُهُ فِي اَلْمَكْتُوبَةِ - 

227. Dari ‘Amir bin Rabi’ah radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Saya memandang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di atas kendaraannya menghadap ke arah ke mana kendaraan (unta) itu menghadap.” (Muttafaq ‘alaih, Bukhari menambahkan “Beliau berisyarat dengan kepalanya, namun tidak Beliau lakukan perihal itu ketika shalat fardhu)[viii]

228- وَلِأَبِي دَاوُدَ : مِنْ حَدِيثِ أَنَسٍ : , كَانَ إِذَا سَافَرَ فَأَرَادَ أَنْ يَتَطَوَّعَ اِسْتَقْبَلَ بِنَاقَتِهِ اَلْقِبْلَةَ , فَكَبَّرَ , ثُمَّ صَلَّى حَيْثُ كَانَ وَجْهَ رِكَابِهِ -  وَإِسْنَادُهُ حَسَنٌ .

228.  Dan dalam riwayat Abi Dawud dari Hadits Anas disebutkan, “Beliau apabila bersafar lampau mau shalat sunat, maka Beliau menghadapkan untanya ke arah kiblat, lampau bertakbir kemudian shalat menghadap ke arah kendaraan(unta)nya menghadap.” (Dan isnadnya hasan)[ix]

229- وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ t عَنْ اَلنَّبِيِّ r , اَلْأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلَّا اَلْمَقْبَرَةَ وَالْحَمَّامَ -  رَوَاهُ اَلتِّرْمِذِيُّ , وَلَهُ عِلَّةٌ .

229.            Dari Abi Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bumi itu semuanya adalah masjid, selain pekuburan dan bilik mandi.” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi, tetapi ada ‘illat (cacat)nya)[x]

230- وَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ - رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-]قَالَ] : , نَهَى اَلنَّبِيُّ r أَنْ يُصَلَّى فِي سَبْعِ مَوَاطِنَ : اَلْمَزْبَلَةِ , وَالْمَجْزَرَةِ , وَالْمَقْبَرَةِ , وَقَارِعَةِ اَلطَّرِيقِ , وَالْحَمَّامِ , وَمَعَاطِنِ اَلْإِبِلِ , وَفَوْقَ ظَهْرِ بَيْتِ اَللَّهِ -  رَوَاهُ اَلتِّرْمِذِيُّ وَضَعَّفَهُ

230.            Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang shalat di tujuh tempat; tempat sampah, tempat penyembelihan, pekuburan, tengah-tengah jalan, bilik mandi, tempat pembaringan unta, dan di bagian genting Baitullah Ta’ala. (Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan dia dha’ifkan)[xi]

231- وَعَنْ أَبِي مَرْثَدٍ اَلْغَنَوِيِّ t قَالَ : سَمِعْتَ رَسُولَ اَللَّهِ r يَقُولُ : , لَا تُصَلُّوا إِلَى اَلْقُبُورِ , وَلَا تَجْلِسُوا عَلَيْهَا -  رَوَاهُ مُسْلِمٌ .

231.            Dari Abu Martsad Al Ghanawiy radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah Anda shalat menghadap kubur dan jangan duduk di atasnya.” (Diriwayatkan oleh Muslim)[xii]

232-وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ t قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ اَلْمَسْجِدَ , فَلْيَنْظُرْ, فَإِنْ رَأَى فِي نَعْلَيْهِ أَذًى أَوْ قَذَرًا فَلْيَمْسَحْهُ , وَلْيُصَلِّ فِيهِمَا -  أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ , وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ

232.            Dari Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila seseorang di antara Anda datang ke masjid, maka hendaknya dia lihat (kedua alas kakinya-pent), jika dilihatnya pada kedua sandalnya ada sesuatu nan tidak bersih alias kotoran maka hendaknya dia gosokkan lampau shalatlah dengan memakai keduanya.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)[xiii]

233- وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , إِذَا وَطِئَ أَحَدُكُمْ اَلْأَذَى بِخُفَّيْهِ فَطَهُورُهُمَا اَلتُّرَابُ -  أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ

233.            Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara Anda menginjak kotoran dengan kedua sepatunya, maka pembersihnya adalah tanah (dengan digosokkan ke tanah-pent).” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)[xiv]

234- وَعَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ اَلْحَكَمِ t قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , إِنَّ هَذِهِ اَلصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ اَلنَّاسِ , إِنَّمَا هُوَ اَلتَّسْبِيحُ , وَالتَّكْبِيرُ , وَقِرَاءَةُ اَلْقُرْآنِ -  رَوَاهُ مُسْلِمٌ

234.            Dari Mu’awiyah bin Hakam radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya shalat ini tidak layak ada ucapan manusia sedikt pun, shalat itu isinya adalah tasbih, takbir dan referensi Al Qur’an.” (Diriwayatkan oleh Muslim)[xv]

235-وَعَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ t قَالَ : , إِنْ كُنَّا لَنَتَكَلَّمُ فِي اَلصَّلَاةِ عَلَى عَهْدِ اَلنَّبِيِّ r يُكَلِّمُ أَحَدُنَا صَاحِبَهُ بِحَاجَتِهِ , حَتَّى نَزَلَتْ : (حَافِظُوا عَلَى اَلصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ اَلْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ) ]اَلْبَقَرَة : 238] , فَأُمِرْنَا بِالسُّكُوتِ , وَنُهِينَا عَنْ اَلْكَلَامِ -  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ , وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ

235.            Dari Zaid bin Arqam radhiyallahu 'anhu dia berkata, “Dahulu kami di era Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bercakap-cakap dalam shalat, ialah salah seorang di antara kami berbicara kepada kawannya tentang kebutuhannya, lampau turunlah ayat, “Jagalah olehmu seluruh shalat dan shalat wustha (‘Ashar) serta berdirilah lantaran Allah dengan khusyu’.” (Qs. Al Baqarah ayat 238), kami diperintahkan untuk diam dan dilarang berbicara.” (Muttafaq ‘alaih, lafaz ini adalah lafaz Muslim)[xvi]

236- وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , اَلتَّسْبِيحُ لِلرِّجَالِ , وَالتَّصْفِيقُ لِلنِّسَاءِ -  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ . زَادَ مُسْلِمٌ , فِي اَلصَّلَاةِ -  .

236.            Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dia berkata, “Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tasbih (ucapan Subhaanallah) itu untuk laki-laki dan tepuk tangan itu untuk perempuan.” (Muttafaq ‘alaih, sedangkan Muslim menambahkan, “Dalam shalat”)[xvii]

237- وَعَنْ مُطَرِّفِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ الشِّخِّيرِ , عَنْ أَبِيهِ قَالَ : , رَأَيْتُ رَسُولَ اَللَّهِ r يُصَلِّي , وَفِي صَدْرِهِ أَزِيزٌ كَأَزِيزِ اَلْمِرْجَلِ , مِنْ اَلْبُكَاءِ - أَخْرَجَهُ اَلْخَمْسَةُ , إِلَّا اِبْنَ مَاجَهْ , وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ .

237.            Dari Mutharrif bin Abdullah bin Asy Syikhkhir dari bapaknya dia berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat, terdengar di dadanya suara gelegak seperti gelegaknya periuk lantaran tangisnya.”  (Diriwayatkan oleh lima orang selain Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)[xviii]

238- وَعَنْ عَلَيٍّ t قَالَ : , كَانَ لِي مَعَ رَسُولِ اَللَّهِ r مَدْخَلَانِ , فَكُنْتُ إِذَا أَتَيْتُهُ وَهُوَ يُصَلِّي تَنَحْنَحَ لِي -  رَوَاهُ النَّسَائِيُّ , وَابْنُ مَاجَهْ .

238.            Dari Ali radhiyallah ‘anhu dia berkata, “Aku punya dua agenda masuk menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, biasanya ketika saya datang menemuinya sedangkan Beliau shalat, Beliau berdehem untukku.” (Diriwayatkan oleh Nasa’i dan Ibnu Majah)[xix]

239- وَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ - رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-]قَالَ] : , قُلْتُ لِبِلَالٍ : كَيْفَ رَأَيْتُ اَلنَّبِيَّ r يَرُدَّ عَلَيْهِمْ حِينَ يُسَلِّمُونَ عَلَيْهِ , وَهُوَ يُصَلِّي ? قَالَ : يَقُولُ هَكَذَا , وَبَسَطَ كَفَّهُ -  أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ , وَاَلتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ

239.            Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma dia berkata, “Aku bertanya kepada Bilal, “Bagaimana yang Anda lihat langkah Nabi shallallahu ‘alaih wa sallam menjawab salam ketika ada orang nan mengucapkan salam kepadanya sedangkan Beliau shalat?” Ia menjawab, “Beliau lakukan begini”, lampau dia (Bilal) membentangkan tangannya.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi, dan dia menshahihkannya)[xx]

240- وَعَنْ أَبِي قَتَادَةَ t قَالَ : , كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ r يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتِ زَيْنَبَ , فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا , وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا -  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ . وَلِمُسْلِمٍ : , وَهُوَ يَؤُمُّ اَلنَّاسَ فِي اَلْمَسْجِدِ -

240.            Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat pernah sembari menggendong Umamah bintu Zainab, ketika Beliau sujud, ditaruhnya Umamah dan ketika bangun digendong lagi.” (Muttafaq ‘alaih, sedangkan dalam riwayat Muslim disebutkan, “Ketika itu Beliau mengimami orang-orang di masjid”)[xxi]

241- وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , اُقْتُلُوا اَلْأَسْوَدَيْنِ فِي اَلصَّلَاةِ : اَلْحَيَّةَ, وَالْعَقْرَبَ -  أَخْرَجَهُ اَلْأَرْبَعَةُ , وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ

241. Dari Abu Hurairah radhiyalahu ‘anhu dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bunuhlah dua hewan hitam (meskipun) dalam shalat, ialah ular dan kalajengking.” (Diriwayatkan oleh empat pemimpin Ahli Hadits, dan dishahihkan Ibnu Hibban)[xxii]

Bersambung….

Wa shallallahu 'alaa Nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Alih Bahasa:

Marwan bin Musa


[i] Dha’if, diriwayatkan oleh Abu Dawud (205) bab Man yuhdits fish shalaah, Tirmidzi (1164) dalam Ar Radhaa’, Ibnu Hibban dalam Shahihnya (6/201), Nasa’i dalam ‘Isyratun nisaa’ dari Muslim bin Salam dari Ali bin Thalq. Tirmidzi mengatakan, "Hadits hasan, saya mendengar Muhammad (Bukhari) berkata, “Saya tidak maengetahui ‘Ali bin Thalq mempunyai hadits selain ini.” Ibnul Qaththan berbicara dalam kitabnya, “Hadits ini tidak sah, lantaran Muslim bin Salam Al Hanafiy Abu Abdil Malik majhul keadaannya.” [Nashbur Raayah (2/69)] .

Dalam TSZ disebutkan, “Juga (diriwayatkan oleh) Ahmad (1/86) dan dia memasukkannya ke dalam Musnad Ali bin Abi Thalib, ini adalah kekeliruannya sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Katsir dalam At Tafsir (1/385), Ibnu Hibban dalam Shahihnya (2237), Sumair Az Zuhairiy mengatakan, “Hadits tersebut dha’if, pertama, lantaran pusatnya pada rawi nan majhul ini. Kedua, dalam riwayat sebagiannya ada tambahan larangan mendatangi wanita dari di duburnya –tambahan ini adalah shahih lantaran adanya syahid yang lain. Ketiga, hadits tersebut tidak diriwayatkan oleh Ibnu Majah, ini termasuk sangkaan keliru (wahm) Al Haafizh rahimahullah.”

[ii] Shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (641) bab Al Mar’ah tushalliy bighairi khimaar, Tirmidzi (377) dalam Abwaabush shalaah, Ibnu Khuzaimah (1/380 no. 775), Ibnu Majah (655) dalam Ath Thahaarah, Ahmad dalam Al Musnad (25694), dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Abi Dawud (641), maksud wanita di sini adalah wanita nan sudah baligh, lantaran wanita haidh tidak boleh shalat ketika haidhnya.

[iii] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (361) dalam Ash Shalaah, Muslim (766) dalam Shalaatul musaafiriin wa qashruhaa .

[iv] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (359) dalam Ash Shalaah, Muslim (516) bab Ash Shalaah fii tsaubiw waahid.

[v] Dha’if, diriwayatkan oleh Abu Dawud (640) bab Kam tushallil mar’ah, Malik dalam Al Muwaththa’ (326) dan didha'ifkan oleh Al Albani, lihat Al Misykaat (763).

Dalam TSZ disebutkan, “Dha’if baik yang marfu’nya maupun nan mauqufnya, diriwayatkan oleh Abu Dawud (640), Uqbah mengatakan, “Hadits ini diriwayatkan oleh Malik bin Anas, Bakr bin Mudhar, Hafsh bin Ghiyats, Isma’il bin Ja’far, Ibnu Abi Dzi’b dan Ibnu Ishaq dari Muhammad bin Zaid dari ibunya dari Ummu Salamah, salah seorang di antara mereka tidak menyebut Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka hanya menyebutkan sampai Ummu Salamah radhiyallahu 'anha.” Sumair Az Zuhairiy mengatakan, “Yang mauquf inilah nan betul sebagaimana nan dinukilkan oleh Al Haafizh dari para imam, bakal tetapi tidaklah menujukkan nan mauquf itu shahih, lantaran yang mauqufnya sanadnya dha’if.”

[vi] ______, diriwayatkan oleh Tirmidzi (2957), Ibnu Majah (1020), dan dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi (2957) .

Dalam TSZ disebutkan, “Diriwayatkan oleh Tirmidzi (345, 2957), dia mengatakan, “Hadits ini gharib, kami tidak mengetahuinya selain dari hadits Asy’ats As Samaan; Abur Rabii’ dari ‘Aashim bin ‘Ubaidillah, dan Asy’ats ini didha'ifkan dalam perihal hadits.” Demikian juga ia (Tirmidzi) katakan di bagian pertama. Sumair A Zuhairiy mengatakan, “Cacat di sini tidak hanya pada ‘Ashim saja, dia meskipun matruk tetapi ‘Ashim bin ‘Ubaidillah adalah jelek hapalan, pembimbing kami (mungkin maksudnya Syaikh Al Albani) -hafizhahullah- beranggapan bahwa hadits ini tidak ada cacatnya selain ‘Ashim bin Ubaidillah lantaran adanya mutaba’ah dari ‘Amr bin Qais Al Malaa’iy –sedangkan dia adalah tsiqah- terhadap Asy’ats sebagaimana dalam riwayat Abu Dawud Ath Thayaalisiy (1145), Sumair mengatakan, “Ini adalah sangka nan keliru dari syaikh hafizhahullah, lantaran nan memutaba’ahkan adalah Umar bin Qais Sandal, sedangkan dia matruk juga, mungkin adanya kesalahan tulis di Musnad Ath Thayaalisiy nan menyebabkan sangkaan nan keliru tersebut, adapun hadits Jabir yang menjadi syahid hadits ini, maka lebih lemah lagi maka jangan senang dulu dengannya, oleh lantaran itulah hadits ini tidak lepas dari kedha’ifan, bahkan dha’if jiddan sebagaimana telah lewat.”

[vii] Shahih, diriwayatkan oleh Tirmidzi (342), Ibnu Majah (1011) dari jalan Abu Ma’syar dari Muhammad bin ‘Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairah secara marfu’. Nasa’i (1/313) mengatakan, “Abu Ma’syar Al Madaniy namanya adalah Najih, dia adalah dha’if.” Hadits ini mempunyai jalan lagi nan lain (344) dalam riwayat Tirmidzi, ia berkata, “Telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin Abi Bakr Al Marwaziy [namanya Al Hasan bin bakr], telah menceritakan kepada kami Al Mu’alliy bin Manshur, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Ja’far Al Makhramiy dari Utsman bin Muhammad Al Akhnas dari Sa’id Al Maqburiy dari Abu Hurairah secara marfu’. Tirmidzi mengatakan, "Hadits ini hasan shahih, Muhammad (yakni Bukhari) berkata, “Dia lebih kuat dari hadits Abu Ma’syar, juga lebih shahih.” Al Albani berkata, “Para perawi semuanya adalah tsiqah selain [Al Hasan bin Bakr bin bin Abdurrahman Abu ‘Ali seorang nan menempati Makkah], Maslamah berkata, “Majhul”, bakal tetapi banyak orang nan tsiqah meriwayatkan darinya disebutkan dalam At Tahdzib, dalam At Taqrib dikatakan, “Sangat jujur”, hadits tersebut mempunyai syahid dari hadits Ibnu Umar, maka hadits tersebut dengan jalan-jalan ini adalah shahih.” [Al Irwaa’ (292)].

[viii] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (1093) dan Muslim (701) dalam Shalaatul musaafirin wa qashruhaa.

Sumair Az Zuhairiy mengatakan, “Shalat ini adalah shalat sunat di malam hari sebagaimana dalam riwayat Muslim dan sebagian riwayat Bukhari, dan lafaz nan disebutkan Al Haafizh di sini adalah lafaz Bukhari.” Ia (Sumair Az Zuhairiy) juga mengatakan, “Tambahan ini ada di Bukhari no. (1097), maksud “Beliau berisyarat dengan kepalanya” adalah ketika ruku’ dan sujud.”

[ix] Hasan, diriwayatkan oleh Abu Dawud (1225) bab AT Tathawwu’ ‘alar raahilah wal witr, dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih Abi Dawud (1225) .

[x] Shahih, diriwayatkan oleh Tirmidzi (317) bab Maa jaa’a annal ardha kulluhaa masjid illal maqbarah wal hammam, Ibnu Majah (745) dalam Al Masaajid wal Jama’aah .

Dalam TSZ disebutkan, “Hadits tersebut meskipun dicacatkan lantaran mursal, namun bukanlah abnormal nan menodai hadits, oleh lantaran itu Al Hafizh sendiri condong menshahihkan hadits tersebut dalam At Talkhish (1/277), sedangkan Ibnu Taimiyah dalam Fatawanya (22/160) menukilkan penshahihan dari para hafizh terhadap hadits itu –TSZ-.

Syaikh Al Albani menshahihkan hadits tersebut dalam Shahih At Tirmidzi (317).

[xi] Dha’if, diriwayatkan oleh Tirmidzi (346) bab Maa jaa’a fii karaahiyyati maa yushalliiy ilaih wa fiih, Ibnu Majah (746), ‘Abd bin Humaid dalam Al Muntakhab minal musnad (qaaf 84/2), Ath Thahaawiy dalam Syarhul Ma’aaniy (1/224), Baihaqi (2/229-230) dari Zaid bin Jabiirah dari Dawud bin Al Hushain dari Nafi’ dari Ibnu Umar. Baihaqi mengatakan, “Zaid bin Jabirah menyendiri dengan hadits ini”, Ibnu ‘Abdil Bar mengatakan, “Mereka sepakat mendhaifkannya”, Al Hafizh dalam At Taqrib berkata, “Matruk (ditinggalkan haditsnya)”, dalam At Talkhish (hal. 80) disebutkan, “Dha’if sekali”, Tirmidzi mengatakan, " Isnadnya itu tidak begitu kuat.” Dan didha'ifkan oleh Al Albani, lihat Al Irwaa' (287) .

Dalam TSZ disebutkan, “Hadits ini termasuk hadits-hadits mungkar Zaid bin Jabirah sebagaimana kata As Saajiy, juga yang dilakukan Ibnu ‘Addiy dalam Al Kaamil, dan Adz Dzahabiy dalam Al Miizan, ia masukkan hadits ini ke dalam hadits-hadits mungkarnya. Datangnya hadits ini dari jalur nan lain tidak membantu orang nan menshahihkannya seperti Al Allamah Syaikh Ahmad Syakir rahimahullah, lantaran keduanya lemah sebagaimana dikatakan oleh Abu Hatim dalam Al ‘Ilal (1/148).”

[xii] Shahih, diriwayatkan oleh Muslim (972) dalam Al Janaa’iz, Nasa’i (760) dan Ahmad (16764).

[xiii] Shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (650), dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah (786), lafaznya adalah sebagai berikut:

قال أبو سعيد الخدري - رضي الله عنه- بينما رسول -صلى الله عليه سلم- يصلي بأصحابه ، إذ خلع نعليه ، فوضعهما عن يساره ، فلما رأى ذلك القوم ألقوا نعالهم ، فلما قضى رسول الله -صلى الله عليه وسلم- صلاته قال : "ما حملكم على إلقائكم نعالكم ؟ " قالوا : رأيناك ألقيت نعليك ، فألقينا نعالنا ، فقال رسول الله -صلى الله عليه وسلم- : "إن جبريل أتاني ، فأخبرني أن فيها قذرا ". وقال -صلى الله عليه وسلم- : "إذا جاء أحدكم . . . الحديث "

Abu Sa’id radhiyallahu 'anhu berkata, “Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sedang shalat berbareng para sahabatnya, tiba-tiba Beliau lepaskan kedua sandalnya dan meletakkan di sebelah kirinya, para sahabat pun memandang perihal tersebut lampau mereka semua melepaskan sandalnya, ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyelesaikan shalatnya, Beliau berkata, “Apa nan membikin kalian melepaskan sandal?” Mereka menjawab, “kami memandang engkau melepaskan sandal, maka kami pun ikut melepaskan sandal.” Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Jibril datang kepadaku dan memberitahuku bahwa pada sandalku ada kotoran”, lalu Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam melanjutkan, “Apabila seseorang di antara kamu dating...dst. (lihat hadits di atas).”

Sumair Az Zuhairiy mengatakan, “Hadits ini dianggap abnormal lantaran mursal, namun perihal itu tidaklah mempengaruhi hadits ini, apalagi hadits ini mempunyai syahid, dan nan maushul-lah nan kuat sebagaimana dipegang oleh Abu Hatim dalam Al ‘Ilal (1/230/121) –TSZ-.

Selain diriwayatkan oleh Abu Dawud, Baihaqi (2/431) juga meriwayatkan, Darimiy (1/320), Thahaawiy (1/294), Hakim (1/260), Baihaqi (2/402, 431), Ahmad (3/20, 92) dari beberapa jalan dari Hammad dari Abu Ni’amah As Sa’diy dari Abu Nadhrah dari Abu Sa’id Al Khudriy, juga diriwayatkan oleh Thayalisiy (2154), Hakim mengatakan, "Shahih sesuai (syarat) Muslim”, dan disepakati oleh Adz Dzahabiy, sedangkan dalam Al Majmu’ Imam Nawawiy mengatakan, “Isnadnya shahih”, dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah sebagaimana dalam Shifat Shalaatin Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam (80) [lihat Al Irwaa' (284)] .

[xiv] Shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (386) dalam Ath Thaharah, Al Albani berkata, “Dalam sanadnya terputus, dimaushulkan oleh sebagian perawi nan dha’if, oleh karena itu sebagian orang nan yang meremehkan menshahihkannya, bakal tetapi hadits ini shahih lantaran adanya dua syahid; salah satunya dari Aisyah, sedangkan nan satunya lagi dari Abu Sa’id Al Khudriy dengan dua isnad yang shahih –dan telah lewat hadits Abu Sa’id-, Ibnu Hibban dalam Shahihnya (2/340) dan dia menshahihkannya, Al Albani dalam Shahih Abi Dawud (650), lihat Al Misykaat (503) .

[xv] Shahih, diriwayatkan oleh Muslim (537) dalam Al Masaajid, dan Ahmad (23250) .

Lafaz komplit hadits ini dalam riwayat Muslim adalah sbb,

عن معاوية بن الحكم السلمي؛ قال: بينا أنا أصلي مع رسول الله صلى الله عليه وسلم. إذ عطس رجل من القوم. فقلت: يرحمك الله! فرماني القوم بأبصارهم. فقلت: واثكل أمياه! ما شأنكم؟ تنظرون إلي. فجعلوا يضربون بأيديهم على أفخاذهم. فلما رأيتهم يصمتونني. لكني سكت. فلما صلى رسول الله صلى الله عليه وسلم. فبأبي هو وأمي! ما رأيت معلما قبله ولا بعده أحسن تعليما منه. فوالله! ما كهرني ولا ضربني ولا شتمني. قال "إن هذه الصلاة لا يصلح فيها شيء من كلام الناس. إنما هو التسبيح والتكبير وقراءة القرآن". أو كما قال رسول الله صلى الله عليه وسلم. قلت: يا رسول الله! إني حديث عهد بجاهلية. وقد جاء الله بالإسلام. وإن منا رجالا يأتون الكهان. قال "فلا تأتهم" قال: ومنا رجال يتطيرون. قال "ذاك شيء يجدونه في صدورهم. فلا يصدنهم (قال ابن المصباح: فلا يصدنكم) قال قلت: ومنا رجال يخطون. قال "كان نبي من الأنبياء يخط. فمن وافق خطه فذاك" قال: وكانت لي جارية ترعى غنما لي قبل أحد والجوانية. فاطلعت ذات يوم فإذا الذيب [الذئب؟؟] قد ذهب بشاة من غنمها. وأنا رجل من بني آدم. آسف كما يأسفون. لكني صككتها صكة. فأتيت رسول الله صلى الله عليه وسلم فعظم ذلك علي. قلت: يا رسول الله! أفلا أعتقها؟ قال "ائتني بها" فأتيته بها. فقال لها "أين الله؟" قالت: في السماء. قال "من أنا؟" قالت: أنت رسول الله. قال "أعتقها. فإنها مؤمنة".

Dari Mu’awiyah bin Al Hakam As Sulamiy dia berkata, “Ketika saya shalat berbareng Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tiba-tiba ada orang nan bersin, lampau saya katakan kepadanya “Yarhamukallah” (artinya: semoga Allah merahmatimu), maka orang-orang pun memandangiku, akupun berbicara (dalam shalat), “Celaka kalian, kenapa kalian memandangi aku?” Maka orang-orang pun menepukkan tangannya ke pahanya (berisyarat agar Muawiyah tidak bicara ketika shalat), ketika saya memandang mereka menyuruhku diam (dengan isyarat) akupun diam. Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam selesai shalat, biarlah bapak dan ibuku menjadi tebusannya, sungguh aku tidak pernah memandang pendidik nan paling baik sebelumnya maupun sesudahnya daripada Beliau, Beliau tidak memarahiku, tidak memukulku dan tidak mencelaku, Beliau katakan, “Sesungguhnya shalat ini tidak patut jika ada kata-kata manusia. Shalat itu isinya tasbih, takbir dan referensi Al Qur’an alias seperti yang dikatakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam”, saya pun bertanya, “Wahai Rasulullah, saya ini tetap baru lepas dari kejahiliahan, Allah Ta’ala mendatangkan kepercayaan Islam, sedangkan di antara kami ada orang-orang yang mendatangi dukun (bolehkah kami datangi)?” Beliau menjawab, “Jangan datangi”, aku pun bertanya lagi, “Di antara kami ada orang nan merasa apes dengan sesuatu ?” Beliau menjawab, “Itu adalah sesuatu nan terelintas di hati mereka, maka jangan sampai perihal itu menghalangi niat mereka”, saya pun bertanya lagi, “Di antara kami ada orang nan membikin garis di tanah?” Beliaupun menjawab, “Dahulu salah seorang nabi di antara para nabi ada nan membikin garis, jika tepat begitulah,” (yakni untuk sekarang perihal itu dilarang), dia (Mu’awiyah) melanjutkan kata-katanya, “Saya pernah punya budak wanita nan mengembala kambing-kambing saya di dekat Uhud dan Jawwaniyyah. Suatu hari saya memperhatikan kambing itu, ternyata salah satunya dibawa oleh serigala, saya pun marah sebagaimana orang lain, maka saya pukul budak saya itu,” kemudian saya mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (memberitahukan perihal itu), Beliau pun kaget, kemudian saya berkata, “Apakah saya perlu memerdekakan?” Beliau menjawab, “Bawalah dia kepadaku”, akupun membawanya, lampau Beliau bertanya kepadanya, “Di mana Allah?” dia menjawab, “Di atas langit’, lampau siapa saya?” dia menjawab, “Engkau Rasulullah (utusan Allah)”, maka sabda Beliau, “Bebaskanlah dia, karena dia seorang mukminah.” .(Hr. Muslim)

Hadits ini menunjukkan dilarangnya mendoakan orang nan bersin (tasymiyatul ‘aathis) ketika shalat, doa tersebut dianggap ucapan manusia nan haram diucapkan dalam shalat dan bisa batal shalatnya jika sengaja dan sudah mengetahui hukumnya. Adapun bagi orang yang bersin ketika shalat dia dianjurkan memuji Allah Subhaanahu wa Ta'aala secara sirr (rahasia), ini adalah Madzhab Imam Nawawi, Malik dan lainnya (lihat Syarh Shahih Muslim oleh Imam Nawawi) –penerjemah-.

[xvi] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (1200) dalam Al ‘Amal bish shalaah, Muslim (539) dalam Al Masaajid.

[xvii] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (1203) dalam Al ‘Amal bish shalaah, Muslim (422) dalam Ash Shalaah.

[xviii] Shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (904), Nasaa’i (3/13),  Tirmidzi dalam Asy Syamaa’il (315), Ahmad (4/25, 26), dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah (665, 753) –TSZ-.

Hadits ini juga dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Abi Dawud (904).

[xix] Dha’if isnadnya, diriwayatkan oleh Nasa’i (1211) dalam As Sahw bab At Tanahnuh fish shalaah, Ibnu Majah (3708) dalam Al Adab bab Al Isti’dzaan, dan didha'ifkan oleh Al Albani isnadnya, lihat Dha’if An Nasa’i (1211) .

[xx] Shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (927), Tirmidzi (368), dia katakan, “Hasan shahih”, Sumair Az Zuhairiy mengatakan: Lafaznya adalah “كان يشير بيده” (Berliau berisyarat dengan tangannya).–TSZ-.

[xxi] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (516) dalam Ash Shalaah, Muslim (543) dalam Al Masaajid .

[xxii] Shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (921) bab Al ‘Amal fish shalaah, Tirmidzi (390) dalam Abwaabush shalaah, dia katakan, “Hadits hasan shahih", Nasa’i (1203) dalam As Sahw, Ahmad (7232), Darimiy (1504), Ibnu Majah (1245), dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Abi Dawud (921).

Selengkapnya