بسم الله الرحمن الرحيم
Terjemah Bulughul Maram (13)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang nan mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut lanjutan terjemah Bulughul Maram karya Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penerjemahan buku ini tulus karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Dalam menyebutkan takhrijnya, kami banyak merujuk kepada dua kitab; Takhrij dari cetakan Darul ‘Aqidah nan banyak merujuk kepada kitab-kitab karya Syaikh M. Nashiruddin Al Albani rahimahullah, dan Buluughul Maram takhrij Syaikh Sumair Az Zuhairiy –hafizhahullah- nan kami singkat dengan ‘TSZ’.
Kitab Shalat
بَـــابُ سُــتْرَةِ اَلْمُصَــلِّي
Bab Sutrah (penghalang) bagi orang yang shalat
242- عَنْ أَبِي جُهَيْمِ بْنِ اَلْحَارِثِ t قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , لَوْ يَعْلَمُ اَلْمَارُّ بَيْنَ يَدَيِ اَلْمُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ مِنْ اَلْإِثْمِ لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِينَ خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ - مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ , وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ وَوَقَعَ فِي "اَلْبَزَّارِ" مِنْ وَجْهٍ آخَرَ : , أَرْبَعِينَ خَرِيفًا -
242. Dari Abu Juhaim bin Al Harits radhiyallahu anhu dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaih wa sallam bersabda, “Kalau sekiranya orang nan lewat di depan orang nan shalat itu tahu dosa yang akan didapatkannya, tentu dia berdiri selama empat puluh lebih baik baginya daripada dia lewat di depannya.” (Muttafaq ‘alaih, lafaz ini adalah lafaz Bukhari[i], sedangkan dalam riwayat Al Bazzar dari jalan nan lain disebutkan “Empat puluh tahun”)
243- وَعَنْ عَائِشَةَ - رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا- قَالَتْ : , سُئِلَ رَسُولُ اَللَّهِ r - فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ - عَنْ سُتْرَةِ اَلْمُصَلِّي . فَقَالَ : "مِثْلُ مُؤْخِرَةِ اَلرَّحْلِ - أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ .
243. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya dalam perang Tabuk, tentang sutrah bagi orang nan shalat, Beliau menjawab, “Yaitu seukuran cagak di bagian belakang pelana hewan kendaraan.” (Diriwayatkan oleh Muslim)[ii]
244- وَعَنْ سَبْرَةَ بْنِ مَعْبَدٍ اَلْجُهَنِيِّ t قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , لِيَسْتَتِرْ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ وَلَوْ بِسَهْمٍ - أَخْرَجَهُ اَلْحَاكِمُ
244. Dari Sabrah bin Ma’bad Al Juhanniy radhiyallahu 'anhu dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaknya salah seorang di antara Anda memakai sutrah meskipun hanya dengan panah.” (Diriwayatkan oleh Hakim)[iii]
245- وَعَنْ أَبِي ذَرٍّ t قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , يَقْطَعُ صَلَاةَ اَلْمَرْءِ اَلْمُسْلِمِ - إِذَا لَمْ يَكُنْ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلُ مُؤْخِرَةِ اَلرَّحْلِ - اَلْمَرْأَةُ , وَالْحِمَارُ , وَالْكَلْبُ اَلْأَسْوَدُ . . . " اَلْحَدِيثَ . - وَفِيهِ , اَلْكَلْبُ اَلْأَسْوَدِ شَيْطَانٌ - . أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ
245. Dari Abu Dzar Al Ghafaariy radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan memutuskan shalat seorang muslim jika tidak ada di depannya (sutrah-pent) seukuran cagak bagiak belakang pelana; ialah wanita, keledai, dan anjing hitam…dst.” Dan dalam lafaz tersebut disebutkan “Anjing hitam itu setan.” (Diriwayatkan oleh Muslim)[iv]
246- وَلَهُ : عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t نَحْوُهُ دُونَ : "اَلْكَلْبِ"
246. Dan dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah sama seperti itu, namun tanpa ada kata-kata “Anjing.”[v]
247- وَلِأَبِي دَاوُدَ , وَالنَّسَائِيِّ : عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ - رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- نَحْوُهُ , دُونَ آخِرِهِ . وَقَيَّدَ اَلْمَرْأَةَ بِالْحَائِضِ
247. Sedangkan dalam riwayat Abu Dawud dan Nasa’i dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma sama juga seperti itu tanpa menyebut kata akhirnya (yakni anjing hitam-pent), dan dalam riwayat tersebut dijelaskan bahwa wanita nan dimaksud adalah wanita nan sudah haid[vi].
248- وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ t قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ إِلَى شَيْءٍ يَسْتُرُهُ مِنْ اَلنَّاسِ , فَأَرَادَ أَحَدٌ أَنْ يَجْتَازَ بَيْنَ يَدَيْهِ فَلْيَدْفَعْهُ , فَإِنْ أَبَى فَلْيُقَاتِلْهُ , فَإِنَّمَا هُوَ شَيْطَانٌ - مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ . وَفِي رِوَايَةٍ : , فَإِنَّ مَعَهُ اَلْقَرِينَ -
248. Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara Anda shalat dengan menghadap sesuatu nan menghalangi orang-orang (yakni memakai sutrah-pent), lampau ada seorang nan hendak lewat di depannya maka tolaklah, jika dia enggan maka perangilah, lantaran dia tidak lain adalah setan.” (Muttafaq ‘alaih, dan dalam sebuah riwayat disebutkan, “Itu tidak lain adalah qarin (setan nan selalu menyertai seseorang).”[vii]
249- وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَجْعَلْ تِلْقَاءَ وَجْهِهِ شَيْئًا , فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيَنْصِبْ عَصًا , فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فَلْيَخُطَّ خَطًّا , ثُمَّ لَا يَضُرُّهُ مَنْ مَرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ - أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ وَابْنُ مَاجَهْ , وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ , وَلَمْ يُصِبْ مَنْ زَعَمَ أَنَّهُ مُضْطَرِبٌ , بَلْ هُوَ حَسَنٌ .
249. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara Anda shalat, maka hendaknya dia adakan di depannya sesuatu (seperti kayu alias lainnya-pent), namun jika dia tidak mendapatkan maka tegakkanlah tongkat, dan jika tidak ada maka hendaknya dia membikin garis, setelah itu tidak mengapa ada orang nan lewat di depannya.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Ibnu Hibban, dan tidaklah betul orang nan menyangka bahwa hadits tersebut mudhtharib, apalagi sebenarnya hadits tersebut hasan)[viii]
250- وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ t قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , لَا يَقْطَعُ اَلصَّلَاةَ شَيْءٌ , وَادْرَأْ مَا اِسْتَطَعْتَ - أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ , وَفِي سَنَدِهِ ضَعْفٌ
250. Dari Abu Sa’id Al Khudri dia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada sesuatupun yang memutuskan shalat, namun tolaklah semampu kalian (orang nan lewat-pent).” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, sedangkan dalam sanadnya ada kelemahan)[ix]
بَابُ اَلْحَثِّ عَلَى اَلْخُشُوعِ فِي اَلصَّلَاةِ
Bab Anjuran untuk bersikap khusyu’ di dalam shalat
251- عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t قَالَ : , نَهَى رَسُولُ اَللَّهِ r أَنْ يُصَلِّيَ اَلرَّجُلُ مُخْتَصِرًا - مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ , وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ وَمَعْنَاهُ : أَنْ يَجْعَلَ يَدَهُ عَلَى خَاصِرَتِهِ
251. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang shalat sembari bercekak pinggang.” (Muttafaq ‘alaih, lafaz ini adalah lafaz Muslim, maksudnya adalah “seseorang meletakkan tangannya pada pinggangnya.”)[x]
252- وَفِي اَلْبُخَارِيِّ : عَنْ عَائِشَةَ - رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا- أَنَّ ذَلِكَ فِعْلُ اَلْيَهُودِ
252. Dan dalam riwayat Bukhari dari Aisyah radhiyallahu ‘anha disebutkan, “Bahwa perihal itu adalah perbuatan orang-orang yahudi.”[xi]
253- وَعَنْ أَنَسٍ- رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُ- أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ r قَالَ : , إِذَا قُدِّمَ اَلْعَشَاءُ فَابْدَءُوا بِهِ قَبْلَ أَنْ تُصَلُّوا اَلْمَغْرِبَ - مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ .
253. Dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila makan malam sudah dihidangkan maka dahulukanlah makan sebelum kalian shalat Maghrib.” (Muttafaq ‘alaih)[xii]
254- وَعَنْ أَبِي ذَرٍّ t قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ فِي اَلصَّلَاةِ فَلَا يَمْسَحِ اَلْحَصَى , فَإِنَّ اَلرَّحْمَةَ تُوَاجِهُهُ - رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ وَزَادَ أَحْمَدُ : "وَاحِدَةً أَوْ دَعْ"
254. Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara Anda berdiri dalam shalat, maka janganlah dia sapu pasir (yang menempel di dahi), lantaran rahmat sedang menghadapnya.” (Diriwayatkan oleh lima Imam Ahli Hadits dengan isnad yang shahih[xiii], Ahmad menambahkan, “Sekali saja alias tinggalkan”)
255- وَفِي "اَلصَّحِيحِ" عَنْ مُعَيْقِيبٍ نَحْوُهُ بِغَيْرِ تَعْلِيلٍ.
255. Sedangkan dalam kitab Shahih dari Mu’aiqib sama seperti itu namun tanpa disebutkan alasan (jangan disapu).[xiv]
256- عَنْ عَائِشَةَ --رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا-- قَالَتْ : , سَأَلْتُ رَسُولَ اَللَّهِ r عَنْ اَلِالْتِفَاتِ فِي اَلصَّلَاةِ ? فَقَالَ : "هُوَ اِخْتِلَاسٌ يَخْتَلِسُهُ اَلشَّيْطَانُ مِنْ صَلَاةِ اَلْعَبْدِ - رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ . وَلِلتِّرْمِذِيِّ : عَنْ أَنَسٍ - وَصَحَّحَهُ - , إِيَّاكَ وَالِالْتِفَاتَ فِي اَلصَّلَاةِ , فَإِنَّهُ هَلَكَةٌ , فَإِنْ كَانَ فَلَا بُدَّ فَفِي اَلتَّطَوُّعِ -
256. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha dia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang menoleh dalam shalat? Beliau menjawab, “Itu adalah pencurian nan dilakukan setan dari shalat seorang hamba.” (Diriwayatkan oleh Bukhari[xv], sedangkan dalam riwayat Tirmidzi dari Anas, nan dishahihkan oleh Tirmidzi dengan lafaz, “Hindarilah menoleh dalam shalat, lantaran perihal itu adalah kebinasaan, jika tidak dapat tidak kudu demikian maka dalam shalat sunah (saja)”)
257- وَعَنْ أَنَسٍ t قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ فِي اَلصَّلَاةِ فَإِنَّهُ يُنَاجِي رَبَّهُ , فَلَا يَبْزُقَنَّ بَيْنَ يَدَيْهِ وَلَا عَنْ يَمِينِهِ , وَلَكِنْ عَنْ شِمَالِهِ تَحْتَ قَدَمِهِ - مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَفِي رِوَايَةٍ : , أَوْ تَحْتَ قَدَمِهِ -
257. Dari Anas radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara Anda berada dalam shalat maka sesungguhnya dia sedang bermunajat kepada Tuhannya, maka janganlah sekali-kali ia meludah di depannya, jangan juga di kanannya, tetapi di kirinya ialah di bawah kakinya.” (Muttafaq ‘alaih[xvi], sedangkan dalam sebuah riwayat “Atau di bagian bawah kakinya.”)
258- وَعَنْهُ قَالَ : , كَانَ قِرَامٌ لِعَائِشَةَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا- سَتَرَتْ بِهِ جَانِبَ بَيْتِهَا فَقَالَ اَلنَّبِيُّ r أَمِيطِي عَنَّا قِرَامَكِ هَذَا , فَإِنَّهُ لَا تَزَالُ تَصَاوِيرُهُ تَعْرِضُ لِي فِي صَلَاتِي - رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ
258. Darinya juga (Anas) ia berkata, “Aisyah mempunyai qiram (tirai tipis berwarna) nan dipakai untuk menutupi bagian pinggir rumahnya, lampau Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Singkirkanlah dariku tiraimu ini, lantaran corak-coraknya ini senantiasa terlintas dalam shalatku.” (Diriwayatkan oleh Bukhari)[xvii]
259- وَاتَّفَقَا عَلَى حَدِيثِهَا فِي قِصَّةِ أَنْبِجَانِيَّةِ أَبِي جَهْمٍ , وَفِيهِ : , فَإِنَّهَا أَلْهَتْنِي عَنْ صَلَاتِي -
259. Sedangkan keduanya (Bukhari dan Muslim) sama-sama meriwayatkan hadits Aisyah tentang kisah Anbijaniyyah milik Abu Jahm, nan di situ disebutkan, “Karena dia senantiasa membuatku lalai terhadap shalatku.”[xviii]
260- وَعَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةٍ t قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , لَيَنْتَهِيَنَّ قَوْمٌ يَرْفَعُونَ أَبْصَارَهُمْ إِلَى اَلسَّمَاءِ فِي اَلصَّلَاةِ أَوْ لَا تَرْجِعَ إِلَيْهِمْ - رَوَاهُ مُسْلِمٌ .
260. Dari Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaknya orang-orang berakhir dari mengarahkan pandangan mereka ke langit dalam shalat alias pandangan itu bisa tidak kembali kepada mereka.” (Diriwayatkan oleh Muslim)[xix]
261- وَلَهُ : عَنْ عَائِشَةَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا- قَالَتْ : سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ r يَقُولُ : , لَا صَلَاةَ بِحَضْرَةِ طَعَامٍ , وَلَا هُوَ يُدَافِعُهُ الْأَخْبَثَانِ -
261. Dan dalam riwayat Muslim juga dari Aisyah radhiyallahu ‘anha dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak (sempurna) shalat apabila makanan sudah dihidangkan dan tidak sempurna juga shalat ketika didesak oleh dua perihal nan jelek (buang air mini dan besar).”[xx]
262- وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t أَنَّ اَلنَّبِيَّ r قَالَ : , اَلتَّثَاؤُبُ مِنْ اَلشَّيْطَانِ فَإِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَكْظِمْ مَا اِسْتَطَاعَ - رَوَاهُ مُسْلِمٌ وَاَلتِّرْمِذِيُّ , وَزَادَ : , فِي اَلصَّلَاةِ -
262. Dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Menguap itu dari sethan. Oleh lantaran itu, apabila salah seseorang di antara Anda menguap maka tahanlah semampunya.” (Diriwayatkan oleh Muslim dan Tirmidzi, dan dia (Tirmidzi) menambahkan lafaz, “Di dalam shalat”)[xxi]
Bersambung….
Wa shallallahu 'alaa Nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Alih Bahasa:
Marwan bin Musa
[i] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (510), Muslim (507), lafaz ini adalah muttafaq ‘alaih, oleh lantaran itu tidak bisa dijadikan pegangan kata-kata Al Haafizh bahwa “Lafaz ini adalah lafaz Bukhari”, meskipun maksud beliau rahimahullah bahwa lafaz ini adalah lafaz Bukhari bukan Muslim lantaran memandang kata-kata “من الإثم”, namun itu juga tidak benar, lantaran lafaz (kata-kata tersebut) tidak ada dalam riwayat Bukhari dan riwayat Muslim, maka semestinya dibuang, dan jika hendak menyebut maka itu adalah riwayat Al Kasymiihiniy, sungguh baik sekali rupanya nan menjawab adalah Al Haafizh sendiri dalam Al Fat-h (1/858), “Tambahan ini tidak ada dalam satu riwayat pun selainnya, hadits tersebut dalam Al Muwaththa’ tanpa disebutkan lafaz itu, Ibnu ‘Abdil Bar berkata, “Tidaklah diperselisihkan dengan Malik dalam perihal ini”, demikian juga riwayat enam orang selebihnya dan para pemilik kitab Musnad, juga kitab-kitab mustakhraj tanpa menyebut lafaz itu, saya tidak melihatnya dalam satu riawayatpun -secara mutlak-, bakal tetapi dalam Mushannaf Ibnu Abi Syaibah disebutkan “يعني : من الإثم”, mngkin saja disebutkan lafaz itu di catatan pinggir Bukhari, lampau Al Kasymiihiniy menyangkanya itu memang hadits asalnya, lantaran memang dia bukan termasuk mahir ilmu, juga bukan salah seorang haafiz di antara para hafiz, ia hanyalah seorang periwayat, dan Al Muhib Ath Thabariy menyandarkannya kepada Bukhari dalam Al Ahkaam dan memutlakkkannya, dia dikritik lantaran hal tersebut, juga pemilik kitab Al ‘Umdah, ketika dia mewahamkan (membuat salah perkiraan) bahwa kata-kata itu ada dalam Shahihain, Ibnu Shalaah mengingkari orang nan mencantumkan lafaz itu dalam hadits, dia katakan, “Lafaz “الإثم” (dosa) tidak ada secara tegas dalam hadits, juga karena Nawawiy menyebut hadits itu dalam Syarhul Muhadzdzab tanpa ada kata-kata itu, dia katakan, “Dan dalam sebuah riwayat nan kami riwayatkan dalam Al Arba’in karya Abdul Qaadir Al Harawiy disebutkan “ماذا عليه من الإثم”. Sumair Az Zuhairiy mengatakan, “Setelah tahqiq nan bagus ini Al Haafiz lalai, dan menisbatkan lafaz ini “من الإثم”.
Catatan: Bukhari dan Muslim meriwayatkan kata-kata Abun Nadhr –salah seorang perawi “لا أدري أقال : أربعين يوما ، أو شهرا ، أو سنة” (saya tidak tahu, apakah Beliau mengatakan 40 hari, 40 bulan alias 40 tahun) –TSZ-.
Hadits ini dalam Tirmidzi (336), Nasaa’i (756), Abu Dawud (701), Malik (365) dan Ahmad (17089), dan diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari hadits Sufyan dari Abun Nadhr.
Sedangkan riwayat Al Bazzar menurut Sumair Az Zuhairiy adalah syaadz, dia katakan, “Syadz, ini adalah di antara kekeliruan Ibnu Uyaynah rahimahullah, dia telah keliru dalam hadits tersebut baik isnad maupun matan, dalam matan adalah kata-kata “خريفا” sebagaimana disebutkan di sini, adapun dalam perihal isnad ia telah menyalahi Ats Tsauriy dan Malik, hanyasaja saya mendapatkan bahwa ia telah kembali kepada nan betul dalam sanad, sebagaimana nan saya sebutkan dalam “Al Musykil” di hadits no. (86) –TSZ-”
Riwayat Al Bazzar itu juga didha'ifkan oleh Al Albani dalam Tamaamul Minnah hal. 302.
[ii] Shahih, diriwayatkan oleh Muslim (500) dalam Ash Shalaah, bab Sutrah lil mushalliy, Nasaa’i (746) dalam Al Qiblah, bab Sutrah lil mushalliy [dan Shahih Sunan An Nasaa’iy karya Al Albani].
[iii] Shahih, diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya (810), Abu Ya’la (2/239/941), Hakim (1/552), Baihaqi (2/270), Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf (1/278), Ahmad (3/404), Thabrani dalam Al Mu’jamul Kabir (7/132-134), Al Baghawiy dalam Syarhus Sunnah (2/403) dari Abdul Malik bin Ar Rabi’ bin Sabrah dari bapaknya dari kakeknya, dia berkata: “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,…dst.
Hakim mengatakan, "Shahih sesuai syarat Muslim” dan disepakati oleh Adz Dzahabiy. Al Albani berkata, “Abdul Malik bukanlah syarat Muslim, selain jika ada mutaba’ahnya” dan dia ditsiqahkan oleh Al ‘Ijilliy, berdampingan juga bersamanya penshahihan Ibnu Khuzaimah, Hakim dan Adz Dzahabiy terhadap hadits ini.” Nawawiy juga menyebutkannya dalam Al Majmu’ (3/248-249) dengan penshahihannya, hal itu lantaran Abdul Malik adalah tsiqah dan haditsnya diterima serta tidak menyalahi orang-orang nan tsiqah dalam perihal ini…dst.”
[iv] Shahih, diriwayatkan oleh Muslim (510) dalam Ash Shalaah, Nasaa’i (750), Abu Dawud (702) dan Ibnu Majah (952) .
Dalam TSZ disebutkan, “Al Haafizh menyebutkan hadits tersebut secara makna, lantaran lafaznya dalam riwayat Muslim adalah,
إذا قام أحدكم يصلي ، فإنه يستره إذا كان بين يديه مثل مؤخرة الرحل . فإذا لم يكن بين يديه مثل مؤخرة الرحل فإنه يقطع صلاته الحمار ، والمرأة والكلب الأسود". قال عبد الله بن الصامت : قلت يا أبا ذر ! ما بال الكلب الأسود من الكلب الأحمر من الكلب الأصفر ؟! قال يا ابن أخي ! سألت رسول الله -صلى الله عليه وسلم- فقال : "الكلب الأسود شيطان
“Apabila salah seorang di antara Anda berdiri shalat, maka jika di depannya ada (sutrah) seukuran cagak belakang pelana maka dia tertutupi. Tetapi jika di depannya tidak ada (sutrah) seukuran cagak belakang pelana, maka shalatnya bisa diputuskan oleh keledai, wanita dan anjing hitam”, Abdullah bin Ash Shamit mengatakan, “Aku berkata, “Wahai Abu Dzar, kenapa anjing hitam, tidak anjing merah atau kuning?” Ia menjawab, “Wahai putera saudaraku, saya pernah menanyakan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lampau jawabnya, “Anjing hitam itu adalah setan.”
[v] Shahih, diriwayatkan oleh Muslim (511), lafaznya adalah,
يقطع الصلاة المرأة ، والحمار ، والكلب ، ويقي ذلك مثل مؤخرة الرحل
“Akan memutuskan shalat, (jika dilewati) oleh wanita, keledai dan anjing, namun hal itu dapat dihalangi dengan sutrah seukuran cagak bagian belakang pelana.”
Mungkin kata-kata Al Haafizh “tanpa kata-kata anjing“ adalah perkiraan keliru (wahm), lantaran di riwayat Muslim memang demikian, di situ ada lafaz anjing, alias mungkin maksud Al Hafizh adalah tidak disebutkan tentang anjing hitam itu (yakni tanpa penjelasan anjing hitam itu adalah setan-pent), Wallahu a’lam –TSZ-.
[vi] Shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (703) dengan lafaz “"يقطع الصلاة :المرأة الحائض والكلب”, Nasa’i (751) dalam Kitab Al Qiblah, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih An Nasa'i (750), sedangkan dalam Shahih Ibnu Majah karya Al Albani (783) disebutkan “الكلب الأسود”.
[vii] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (509) dalam Ash Shalaah, lafaz ini adalah lafaznya, Muslim (505) dalam Ash Shalaah .
Sedangkan riwayat “فَإِنَّ مَعَهُ اَلْقَرِينَ” dalam TSZ disebutkan, “Ada di riwayat Muslim (506) dari hadits Ibnu Umar, Ash Shan’aaniy keliru dalam “As Subul”, dia katakan dari hadits Abu Hurairah.”
[viii] Dha’if, karena mudhtharibnya dan majhulnya sebagian perawi, di antara yang mendha'ifkannya adalah Sufyan bin Uyaynah, Syafi’i, Al Baghawiy, Al ‘Iraaqiy dan lain-lain, hadits tersebut diriwayatkan oleh Ahmad (2/249, 255, 266), Ibnu Majah (943) dan Ibnu Hibban (2361), penafian Al Hafizh mudhthatibnya hadits ini bisa berlaku, namun penghasanan hadits tidak bisa, lantaran jikalau kita terima tidak mudhtharib, maka tetap tetap majhulnya, Al Haafizh sendiri menghukumi majhulnya sebagian perawi sebagaimana disebutkan dalam asalnya.” –TSZ-.
Hadits ini juga didha'ifkan oleh Syaikh Ahmad Syakir dalam Musnad Ahmad tahqiq Ahmad Syaakir (7386), demikian juga didha'ifkan oleh Syaikh Al Albani dalam Dha’if Ibnu Majah, lihat Al Misykaat (781) dan lihat juga Tamaamul Minnah hal. 301.
[ix] Dha’if, diriwayatkan oleh Abu Dawud (719), lengkapnya adalah “فإنما هو شيطان” –TSZ-.
Al Albani berbicara dalam Al Misykaat (785), “Dan sanadnya dha’if, di dalamnya terdapat Majalid bin Sa’id, dia adalah jelek hapalan, dan telah melakukan kemudhthariban, terkadang dia memarfu’kan dan terkadang dia memauqufkan, dan nan mauquf itulah nan lebih mirip benar, lalu bagian pertama (lafaz hadits tersebut) di samping dha’if, juga bertentangan dengan hadits nan shahih bahwa wanita dan seterusnya, bisa memutuskan shalat, sedangkan bagian keduanya adalah shahih maknanya.” Hadits tersebut ada dalam Dha’if Abu Dawud karya Al Albani (719) .
[x] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (1220), Muslim (545), Tirmidzi (383), Nasa’i (890), Ahmad (8930) dan Darimiy (1428).
[xi] Shahih secara mauquf, diriwayatkan oleh Bukhari (3458) dari jalan Masruq dari Aisyah radhiyallahu 'anha,
كانت تكره أن يجعل المصلي يده في خاصرته ، وتقول : إن اليهود تفعله
Ia (Aisyah) membenci seseorang shalat dengan menjadikan tangannya di pinggangnya, katanya, “Sesungguhnya orang-orang Yahudi melakukan perihal itu.” –TSZ-.
[xii] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (672) dan Muslim (557), dalam Muslim “قُرِّبَ” sebagai tukar “قُدِّمَ” dan dalam lafaz keduanya adalah “تصلوا صلاة المغرب”, keduanya menambahkan “ولا تعجلوا عند عشائكم” (jangan tergesa-gesa ketika makan malammu) –TSZ-. Diriwayatkan juga oleh Tirmidzi (353) dan Nasa’i (853).
[xiii] Dha’if, diriwayatkan oleh Abu Dawud (945), Nasa’i (3/6), Tirmidzi (379), Ibnu Majah (1027), Ahmad (5/150, 163, 179) dari jalan Abul Ahwash dari Abu Dzar, Tirmidzi mengatakan, "Hadits hasan”, Sumair Az Zuhairiy mengomentarinya dengan mengatakan, “Tidak, lantaran Abul Ahwash tidak diketahui keadaannya sebagaiman dikatakan Ibnul Qaththan, anehnya Al Haafizh memutlakkan kata-katanya sah isnad ini, padahal dia mengatakan dalam At Taqrib tentang Abul Ahwash “Ia maqbul, yakni jika ada mutaba’ahnya, jika tidak maka lunak haditsnya.” Sumair melanjutkan, “Di hadits tersebut ada abnormal lagi, jadi hadits itu dha’if bagaimana pun keadaannya” –TSZ-.
Hadits ini juga didha'ifkan oleh Al Albani dalam Dha’if Abu Dawud (945).
Sedangkan tambahan Ahmad adalah shahih, diriwayatkan oleh Ahmad (5/163), hadits tersebut meskipun dalam sanadnya terdapat Ibnu Abi Laila, sedangkan dia diperbincangkan dari segi hapalan, hanyasaja dia hapal, di antara nan menunjukkan demikian adalah hadits berikutnya –TSZ-.
[xiv] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (1207) dan Muslim (546), lafaznya adalah “إن كنت فاعلا فواحدة” (jika Anda terpaksa melakukan perihal itu, maka sekali saja) –TSZ-.
diriwayatkan juga oleh Abu Dawud (946) lafaznya,
لاتمسح وأنت تصلي فإن كنت فاعلا فواحدة تسوية الحصى
“Janganlah kamu mengusap ketika Anda shalat, jika terpaksa melakukannya, maka sekali saja untuk meratakan pasir.”
juga oleh Tirmidzi (380) dalam Ash Shalah, Ibnu Majah (1026), Tirmidzi mengatakan, "Hadits hasan shahih", dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi (380) .
Ath Thayaalisiy juga meriwayatkan dalam Musnadnya dari Abu Dzar secara ringkas dia mengatakan,
سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم عن كل شيء حتى عن مسح الحصى فقال واحدة
“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang berbagai masalah sampai masalah mengusap pasir? Belau mengatakan, “Sekali saja.”
Syaikh Al Albani dalam Tamamul Minnah mengatakan bahwa sanadnya shahih. (lihat Tamaamul Minnah hal. 313).
[xv] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (751) bab Al Iltifaat fish shalaah.
Sedangkan hadits Tirmidzi (589) dalam Al Jum’ah dari Ali bin Zaid dari Sa’id bin Al Musayyib dari Anas, Tirmidzi berkata, “Hadits hasan gharib,” hadits tersebut didha'ifkan oleh Al Albani dalam Dha’if At Tirmidzi, lihat Al Misykaat (997) –TCDA (takhrih Cet. Daar As Salam)- Juga didha'ifkan oleh Sumair Az Zuhairiy.
[xvi] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (413) dalam Ash Shalaah dan Muslim (551) . Sedangkan riwayat “أَوْ تَحْتَ قَدَمِهِ” ada di Bukhari di beberapa tempat, di antaranya pada no. 413 –TSZ-.
[xvii] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (374) dalam Ash Shalaah.
[xviii] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (373) dan Muslim (556), lafaznya adalah,
عن عائشة -رضي الله عنها- قالت : "صلى النبي -صلى الله عليه وسلم- في خميصة ذات أعلام ، فنظر إلى أعلامها نظرة ، فلما انصرف قال : "اذهبوا بخميصتي هذه إلى أبي جهم ، وائتوني بأنبجانية أبي جهم ، فإنها ألهتني عن صلاتي"
Dari Aisyah radhiyallahu 'anha dia berkata, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shalat memakai kain khamishah (yang terbuat dari bulu domba) bercorak, Beliau memandang corak-coraknya sesekali. Ketika selesai, Beliau berkata, “Pergilah dengan membawa khamishahku ini ke Abu Jahm dan berilah saya dengan kain Anbijaaniyah (kain nan terbuat dari bulu domba namun tidak bercorak) milik Abu Jahm, lantaran khamishah ini membuatku lalai terhadap shalatku.” –TSZ-.
[xix] Shahih, diriwayatkan oleh Muslim (428) dalam Ash Shalaah, Ibnu Majah (1045) dan Ahmad (20537) . Dalam sebagian naskah Buluughul Maraam tertulis “اقوام” inilah nan sesuai dalam kitab shahih –TSZ-.
[xx] Shahih, diriwayatkan oleh Muslim (560), di hadits ini ada kisah nan sangat perlu disebutkan yaitu,
قال ابن أبي عتيق : تحدثت أنا والقاسم عند عائشة -رضي الله عنها- حديثا . وكان القاسم رجلا لحانة . وكان لأم ولد فقالت له عائشة : ما لك لا تحدَّث كما يتحدث ابن أخي هذا ؟ أما إني قد علمت من أين أوتيت . هذا أدَّبَتْه أمه وأنت أدبتك أمك . قال : فغضب القاسم وأضَبَّ عليها . فلما رأى مائدة عائشة قد أتي بها قام . قالت : أين ؟ قال : أصلي . قالت : اجلس . قال : إني أصلي . قالت : اجلس غُدَر ! إني سمعت رسول الله -صلى الله عليه وسلم- : - الحديث
Ibnu Abi ‘Atiq mengatakan, “Aku berbincang-bincang tentang suatu hadits dengan Al Qasim di hadapan Aisyah radhiyallahu 'anha, Al Qasim adalah seorang nan jika bicara sering salah, ia adalah milik ummu walad (budak nan menjadi ibu), Aisyah lampau berkata kepadanya, “Mengapa Anda jika bicara tidak seperti putera saudaraku ini? Sepertinya saya tahu gimana Anda menjadi seperti itu, nan ini didik oleh ibunya sedangkan Anda dididik oleh ibumu.” Maka Al Qasim marah-marah dan kessal, lalu ketika dia memandang makanan milik Aisyah sudah dihidangkan, dia berdiri, lalu kata Aisyah, “Mau ke mana?” Ia menjawab, “Mau shalat.” Maka kata Aisyah, “Duduklah hai ghudar, sesungguhnya saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam…dst (lihat hadits di atas) –TSZ-.
Ghudar adalah panggilan celaan, perihal itu karena Al Qasim kurang hormat kepada Aisyah radhiyallahu 'anha, padahal Aisyah adalah Ummul mukminin, bibinya, lebih tua darinya, penasehatnya dan pendidiknya (sebagaimana dijelaskan Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim).
[xxi] Shahih, diriwayatkan oleh Muslim (2994) dalam Az Zuhd war Raqaa’iq.
Tirmidzi (370) bab Maa jaa’a fii karaahiyyatit tatsaa’ub fish shalaah dari Al ‘Alaa’ dari bapaknya dari Abu Hurairah secara marfu’, Tirmidzi mengatakan, "Hadits hasan shahih", lihat Shahih At Tirmidzi (370) .
Sumair Az Zuhairiy mengatakan, “Tambahan ini (yakni tambahan Tirmidzi) letaknya setelah kata-kata “اَلتَّثَاؤُبُ”.