Terjemah Kitab Al Wajibat Al Mutahattimat Al Ma’rifah

Sedang Trending 4 bulan yang lalu

بسم الله الرحمن الرحيم 

Terjemah Kitab

Al Wajibat Al Mutahattimat Al Ma’rifah ‘Alaa Kulli Muslim wa Muslimah

(Beberapa Masalah nan Mesti Diketahui Oleh Setiap Muslim dan Muslimah)

Oleh: Syaikh Abdullah Al Qar’awiy

Penerjemah dan Pemberi Catatan Kaki:

Marwan Hadidi, M.Pd.I

Daftar Isi

Daftar Isi …………………………………

Mukadimah ……………………………

Tiga Dasar Utama nan Wajib Dipelajari Oleh Setiap Muslim dan

Muslimah ………………………………

Empat Masalah Penting ………………………………………………

Tiga Masalah Utama ………………………………………………

Syarat-Syarat Laailaahaillallah ………………………………………………

Pembatal-Pembatal Keislaman ……………………………………………..

Lawan Tauhid adalah Syirik …………………………………………….

2 Macam Kufur …………………

Nifak Terbagi Dua; I’tiqadi dan ‘Amali …………………………………………

Makna Thagut dan Tokoh-Tokohnya ………………………………………….

بسم الله الرحمن الرحيم

Mukadimah

            Segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pembebasan kepada-Nya, dan bertaubat kepada-Nya, serta berlindung kepada Allah dari keburukan diri kami dan keburukan kebaikan perbuatan kami. Barang siapa nan diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada nan dapat menyesatkannya, dan peralatan siapa nan disesatkan Allah, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.

            Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan nan berkuasa disembah selain Allah saja; tidak ada sekutu bagi-Nya, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam. Amma ba’du:

            Sesungguhnya tidak ada kebaikan, keberuntungan, kesuksesan, kehidupan nan baik, kebahagiaan di dunia dan di akhirat, serta keselamatan dari kehinaan di bumi dan balasan di akhirat bagi seorang hamba selain dengan mengetahui tanggungjawab pertama nan diwajibkan kepada mereka serta mengamalkannya. Itulah perintah nan karenanya Allah Azza wa Jalla menciptakan mereka, mengambil perjanjian dari mereka, dan karenanya akan tegak hari Kiamat nan pasti terjadi, dimana berkenaan dengan perihal itu disiapkan timbangan, catatan kebaikan menjadi bertebaran, dan lantaran perihal itu pula terjadi kebahagiaan dan kesengsaaraan.

            Terkait perihal itu pula diberikan kadar sinar kepada seseorang, dan siapa saja nan tidak diberikan cahaya oleh Allah, maka dia tidak bakal memperoleh cahaya. Perintah itu adalah mengenal Allah Azza wa Jalla, mengenal Uluhiyyah-Nya (keberhakan-Nya untuk diibadahi), mengenal Rububiyyah-Nya (pengaturan-Nya terhadap alam semesta), nama dan sifat-Nya, serta mentauhidkan itu semua, demikian pula mengetahui perihal yang dapat membatalkannya alias sebagiannya berupa syirik akbar dan syirik asghar (kecil), kufur akbar dan kufur asghar, nifak (kemunafikan) I’tiqadi (terkait keyakinan), nifak amali (terkait amalan), mengenal thagut dan cara mengingkarinya, serta tentang beragama kepada Allah.

            Dahulu masyarakat Nejed (pusat negara Saudi Arabia) dan lainnya sebelum dakwah Imam Mujaddid Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berada dalam kejahilan terhadap rukun dan dasar nan agung ini, pokok nan asasi, dan pokok ilmu, ialah ilmu tentang tauhid uluhiyyah.

            Masalah ini kemudian semakin parah, dimana gelombang kekufuran serta kesyirikan semakin besar di tengah umat sampai menghapus peninggalan generasi sebelumnya, bermunculan bid’ah dari kaum Syi’ah Rafidhah dan perkara-perkara syirik hingga tiba saatnya Allah Ta’ala menyingkirkan kegelapan tersebut, bid’ah dan kesesatan, serta menghilangkan syubhat dan kegoblokan sebagai pembenaran terhadap sabda Rasul Allah Rabbul ardhi was samawat dalam sabdanya,

«إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا»

“Sesungguhnya Allah bakal membangkitkan untuk umat ini di penghujung setiap seratus tahun orang nan bakal memperbaharui agamanya.”

            Hal itu melalui seorang yang menduduki posisi itu dan mendapatkan keistimewaan dan nikmat. Beliau nan mendapatkan nikmat itu adalah Syaikh Imam nan berada di belakang kaum salaf nan mulia, yang mengikuti petunjuk pemimpin manusia, nan memihak kepercayaan Allah dalam berbagai kesempatan, ialah Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab, semoga Allah memberinya tempat kembali nan terbaik dan melipatgandakan pahala untuknya.

            Beliau kemudian berdakwah siang dan malam, baik secara sembunyi maupun terang-terangan dan menegakkan perintah Allah dengan berceramah kepada-Nya, Beliau tidak berat sebelah dan tidak memihak, sehingga perihal itu terasa berat bagi kebanyakan orang dan mereka bersikap sombong terhadapnya, namun nan demikian tidak menghalangi Beliau dari menegakkan perintah Allah sehingga Allah mengadakan penolong dan pembela untuknya, mereka pun meninggikan bendera dan panjinya sehingga tersebarlah panjinya di ufuk timur dan barat.

            Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah juga menulis beberapa karya tentang tauhidnya para nabi dan rasul, serta sanggahan terhadap orang-orang musyrik yang menyelisihinya. Di antara kitab nan beliau tulis adalah Kitabut Tauhid yang belum ada semisalnya, belum ada nan mendahuluinya, dan belum ada yang menyusulnya. Termasuk juga Al Ushul Ats Tsalatsah, Kasyfusy Syuubhat, dan karya-karya Beliau lainnya nan bermanfaat.

            Oleh karena, betapa pentingnya perkara tauhid dan sungguh agungnya masalah ini, maka sebagian saudara-saudara saya meminta saya untuk menggabung matan secara ringkas terkait apa nan mesti diyakini dan diamalkan, dimana dari sana juga dipelajari, di samping mudah juga bagi penuntut pengetahuan pemula untuk menghafalnya, dan orang yang mengingikan nan sudah di puncaknya pun tetap butuh memahaminya, lampau Allah Tabaraka wa Tta’ala memudahkan saya melakukan perihal itu serta memberiku taufik untuk mengumpulkan perkara-perkara nan dikukuhkan oleh Beliau dan keturunannya serta selain mereka, maka segala puji bagi Allah tehadap perihal itu dan nikmat-nikmat lainnya nan saya tidak dapat menjumlahkan pujian untuk-Nya, dan saya beri nama ‘Al Wajibat Aal Mutahattimah Al Ma’rifah ala kulli muslim wa muslimah’ (Ilmu nan Wajib Diketahui Oleh Setiap Muslim dan Muslimah).

            Saya memohon kepada Allah Ta’ala agar menjadikannya tulus lantaran mencari keridhaan-Nya, menjadikannya berfaedah bagi saya ketika saya tetap hidup dan setelah saya wafat, demikian pula bagi pembacanya, pendengarnya, dan nan melihatnya, sesungguhnya Allah nan diserahi terhadap perihal itu dan berkuasa terhadapnya.

Diucapkan dan didiktekan oleh orang yang memerlukan pembebasan Allah Rabbnya dan Pelindungnya.

Abdullah bin Ibrahim bin Utsman Al Qar’awiy

Qashim, Buraidah.

Tiga Dasar Utama nan Wajib Dipelajari Oleh Setiap Muslim dan Muslimah

            Tiga dasar itu adalah seorang hamba mengenal Allah Tuhannya Azza wa Jalla, agamanya, dan Nabi Muhammad shallallahu alaihi  wa sallam.

Jika engkau ditanya, “Siapa Tuhanmu?” Jawablah: Tuhanku adalah Allah yang telah mengurusku dan mengurus alam semesta dengan nikmat-nikmat-Nya, Dialah sembahan-Ku; tidak ada nan berkuasa disembah selain Allah.

Jika engkau ditanya, “Apa agamamu?” Jawablah: agamaku adalah Islam, nan artinya adalah menyerahkan diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, tunduk kepada-Nya dengan menaati-Nya, dan berlepas diri dari syirik dan para pelakunya.

Jika engkau ditanya, “Siapa Nabimu?” Jawablah: Yaitu Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyim. Hasyim dari kalangan Quraisy, sedangkan Quraisy termasuk bangsa Arab, dan bangsa Arab adalah keturunan Ismail bin Ibrahim Al Khalil semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada keduanya dan kepada Nabi kita. Allah mengutus Beliau untuk memperingatkan manusia terhadap syirik dan membujuk kepada tauhid.

Empat Masalah Penting

Empat masalah itu adalah:

Pertama, ilmu, ialah mengenal Allah Azza wa Jalla, mengenal Nabi-Nya shallallahu alaihi wa sallam, dan mengenal agama-Nya dengan dalil.

Kedua, mengamalkannya.

Ketiga, mendakwahkannya.

Keempat, bersabar terhadap gangguan dalam mendakwahkannya.

Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)

“Demi masa--Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,--Kecuali orang-orang nan beragama dan mengerjakan kebaikan saleh dan nasehat-menasehati agar mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Qs. Al ‘Ashr: 1-3)

Tiga Masalah Utama

Pertama, Allah nan menciptakan kita dan memberikan kepada kita rezeki, Dia tidak begitu saja membiarkan kita; apalagi Dia mengutus kepada kita seorang rasul. Barang siapa nan alim kepadanya, maka dia bakal masuk surga, dan barang siapa nan mendurhakainya, maka dia bakal masuk neraka.

Kedua, Allah tidak ridha jika Dia disekutukan dengan seorang pun dalam beribadah kepada-Nya, baik dengan malaikat nan didekatkan maupun rasul yang diutus.

Ketiga, peralatan siapa nan alim kepada Rasul dan mentauhidkan Allah, maka tidak boleh baginya berwala (memberikan loyalitas) kepada orang nan menentang Allah dan Rasul-Nya meskipun dia sebagai kerabat terdekat.

Pokok Agama dan Kaedahnya   

Pertama, perintah beragama kepada Allah Ta’ala saja dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, membujuk kepadanya, berwala (memberikan loyalitas) karenanya, dan menyatakan kafir orang nan meninggalkannya.

Kedua, memperingatkan syirik dalam beragama kepada Allah Ta’ala, mempertegas masalah tersebut, berbara (bermusuhan) karenanya, dan menyatakan kafir orang yang melakukannya.

Syarat-Syarat Laailaahaillallah

Pertama, pengetahuan (mengetahui) maknanya nan di dalamnya terdapat penafian sesembahan selain Allah dan menetapkan bahwa nan berkuasa disembah hanyalah Allah.

Kedua, yakin, ialah mengetahui secara sempurna terhadapnya nan menolak sikap ragu-ragu dan bimbang.

Ketiga, ikhlas; nan menolak perbuatan syirik.

Keempat, shidq (membenarkan), nan menafikan sikap kemunafikan.

Kelima, mahabbah (cinta) terhadap kalimat tauhid dan kandungannya serta bergembira terhadapnya.

Keenam, inqiyad (tunduk) melaksanakan hak-haknya, ialah mengerjakan kebaikan yang mesti dilakukan dengan tulus lantaran Allah dan mencari keridhaan-Nya.

Ketujuh, qabul (menerima), nan menafikan sikap penolakan.

Dalil syarat-syarat di atas dari kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam

Dalil pengetahuan adalah firman Allah Ta’ala,

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ

“Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Tuhan yang berkuasa disembah selain Allah.” (Qs. Muhammad: 19)

إِلَّا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ

“Kecuali orang nan bersaksi terhadap kebenaran, sedangkan mereka mengetahui.” (Qs. Az Zukhruf: 86)

Kebenaran di ayat ini adalah Laailaahaillallah, yakni mereka mereka mengetahui makna nan mereka ucapkan di lisan mereka.

Sedangkan dalam As Sunnah adalah hadits yang shahih dalam kitab Shahih dari Utsman radhiyallahu anhu dia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، دَخَلَ الْجَنَّةَ

 “Barang siapa nan meninggal bumi sedangkan dia mengetahui bahwa tidak ada Tuhan nan berkuasa disembah selain Allah, maka dia bakal masuk surga.”

            Dalil yakin adalah firman Allah Ta’ala,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ

“Sesungguhnya orang-orang nan beragama itu hanyalah orang-orang nan percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan kekayaan dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang nan benar.” (Qs. Al Hujurat: 15)

Disyaratkan untuk benarnya ketaatan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya adalah bahwa mereka tidak ragu-ragu, ialah tidak bimbang. Adapun orang nan ragu-ragu adalah orang-orang munafik.

Sedangkan dalam As Sunnah adalah hadits shahih dalam kitab Shahih dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu dia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

«أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَأَنِّي رَسُولُ اللهِ، لَا يَلْقَى اللهَ بِهِمَا عَبْدٌ غَيْرَ شَاكٍّ فِيهِمَا، إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ»

“Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa saya Rasulullah,” dimana seorang hamba tidaklah menghadap Allah dengan membawa keduanya tanpa ragu-ragu melainkan dia akan masuk surga.”

Dalam sebuah riwayat disebutkan,

لَا يَلْقَى اللهَ بِهِمَا عَبْدٌ غَيْرَ شَاكٍّ، فَيُحْجَبَ عَنِ الْجَنَّةِ

“Tidaklah seorang hamba menghadap Allah dengan membawa keduanya tanpa ragu melainkan tidak dihalangi masuk surga.”

Dari Abu Hurairah pula dalam hadits yang panjang disebutkan,

مَنْ لَقِيتَ مِنْ وَرَاءِ هَذَا الْحَائِطَ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ مُسْتَيْقِنًا بِهَا قَلْبُهُ، فَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ

“Siapa saja nan engkau temui di kembali kebun ini bersaksi bahwa tidak ada Tuhan nan berkuasa disembah selain Allah dengan yakin dari hatinya, maka berilah berita ceria dengan surga.”

            Dalil Ikhlas adalah firman Allah Ta’ala,

أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ

“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah kepercayaan nan bersih (dari syirik).” (Qs. Az Zumar: 3)

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ

“Padahal mereka tidak disuruh selain agar menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) kepercayaan nan lurus.” (Qs. Al Bayyinah: 3)

Sedangkan dalam As Sunnah adalah hadits shahih dalam kitab shahih dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Beliau bersabda,

أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ القِيَامَةِ، مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ، أَوْ نَفْسِهِ

“Orang nan paling senang mendapatkan syafaatku pada hari Kiamat adalah orang nan mengucapkan ‘Laailaahaillallah’ dengan tulus dari hati alias dirinya.”

Dalam kitab shahih dari Itban bin Malik radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Beliau bersabda,

إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ

“Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang nan mengatakan ‘Laailaahaillallah’ dengan maksud mencari keridhaan Allah Azza wa Jalla.”

Dalam riwayat Nasa’i pada risalah ‘Amalul yaumi wal Lailah’ dari hadits dua orang sahabat, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam disebutkan,

مَنْ قَالَ لَا إِلَه إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ مُخْلِصًا بِهَا قَلْبَهُ يُصَدِّقُ بِهَا قَلْبُهُ لِسَانَهُ إِلَّا فَتَقَ الله لَهُ أَبْوَابَ السَّمَاءِ فَتْقًا حَتَّى يَنْظُرَ إِلَى قَائِلِهَا وَحَقٌّ لِعَبْدٍ نََظَرَ اللهُ إِلَيْهِ أَنْ يُعْطِيَهُ سُؤْلَهُ

 “Barang siapa yang mengucapkan ‘Laailaahaillallah…dan seterusnya sampai ‘wa huwa ‘alaa kulli syai’in qadiir’ dengan tulus dari hatinya, dimana hatinya membenarkan lisannya melainkan Allah bakal membukakan pintu-pintu langit untuknya sehingga Dia memperhatikan orang nan mengucapkannya, dan kewenangan orang yang diperhatikan Allah adalah Dia mengabulkan permintaannya.”

                Dalil Shidq (jujur) adalah firman Allah Ta’ala,

الم (1) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (3)

“Alif laam miim--Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?--Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang nan sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang nan betul dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang nan dusta.” (Qs. Al ‘Ankabut: 1-3)

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ (8) يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ (9) فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ (10)

“Di antara manusia ada nan mengatakan, "Kami beragama kepada Allah dan hari kemudian," padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang nan beriman.--Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang nan beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.--Dalam hati mereka ada penyakit, lampau ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa nan pedih, disebabkan mereka berdusta.” (Qs. Al Baqarah: 8-10)

Sedangkan dalam As Sunnah adalah hadits shahih dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Beliau bersabda,

«مَا مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ، إِلَّا حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ»

“Tidak ada seorang nan bersaksi bahwa tidak ada Tuhan nan berkuasa disembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah dengan jujur dari hatinya melainkan Allah bakal mengharamkan neraka baginya.” (Hr. Bukhari dan Muslim)

                Dalil mahabbah (cinta) adalah firman Allah Ta’ala,

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ

“Dan di antara manusia ada orang-orang nan menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat sangat cintanya kepada Allah.” (Qs. Al Baqarah: 165)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ

“Wahai orang-orang nan beriman, peralatan siapa di antara Anda nan murtad dari agamanya, maka kelak Allah bakal mendatangkan suatu kaum nan Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang nan mukmin, nan bersikap keras terhadap orang-orang kafir, nan berjihad di jalan Allah, dan nan tidak takut kepada celaan orang nan suka mencela.” (Qs. Al Maidah: 54)

Sedangkan dalam As Sunnah adalah hadits nan tertera dalam kitab Shahih dari Anas radhiyallahu anhu dia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ: مَنْ كَانَ اللهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ

 “Ada tiga perihal nan jika tiga perihal itu ada pada seseorang, maka dia bakal merasakan manisnya iman, yaitu: jika Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai daripada selain kedua-Nya. Ketika dia mencintai orang lain lantaran Allah, dan ketika dia benci kembali kepada kekafiran setelah Allah selamatkan daripadanya sebagaimana ia benci jika dilemparkan ke dalam neraka.”

            Dalil Inqiyad (tunduk) adalah firman Allah Ta’ala,

وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ

“Dan kembalilah Anda kepada Tuhanmu, dan bertawakal dirilah kepada-Nya.” (Qs. Az Zumar: 54)

وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ

“Dan siapakah nan lebih baik agamanya daripada orang nan tulus menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan,” (Qs. An Nisaa: 125)

 وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى

“Dan barang siapa nan menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang nan berbuat kebaikan, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul tali nan kokoh.” (Qs. Luqman: 22) ialah telah berpegang dengan Laailahaillallah.

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beragama hingga mereka menjadikan Anda pengadil terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan nan Anda berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (Qs. An Nisaa: 65)

Dalam As Sunnah adalah sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُونَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ

“Tidak sempurna ketaatan salah seorang di antara kamu sampai hawa nafsunya mengikuti apa nan saya bawa.”

Ini termasuk corak sempurnanya sikap tunduk dan puncaknya.

                Dalil Qabul (menerima) adalah firman Allah Ta’ala,

وَكَذَلِكَ مَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ فِي قَرْيَةٍ مِنْ نَذِيرٍ إِلَّا قَالَ مُتْرَفُوهَا إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آثَارِهِمْ مُقْتَدُونَ (23) قَالَ أَوَلَوْ جِئْتُكُمْ بِأَهْدَى مِمَّا وَجَدْتُمْ عَلَيْهِ آبَاءَكُمْ قَالُوا إِنَّا بِمَا أُرْسِلْتُمْ بِهِ كَافِرُونَ (24) فَانْتَقَمْنَا مِنْهُمْ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ (25)

“Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatan pun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata, "Sesungguhnya Kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu kepercayaan dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka".--(Rasul itu) berkata, "Apakah (kamu akan mengikutinya juga) sekalipun saya membawa untukmu (agama) nan lebih (nyata) memberi petunjuk daripada apa nan Anda dapati bapak-bapakmu menganutnya?" Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami mengingkari kepercayaan nan Anda diutus untuk menyampaikannya."--Maka Kami binasakan mereka, maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang nan mendustakan itu.” (Qs. Az Zukhruf: 23-25)

إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ (35) وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ (36) بَلْ جَاءَ بِالْحَقِّ وَصَدَّقَ الْمُرْسَلِينَ (37)

“Sesungguhnya mereka dulu andaikan dikatakan kepada mereka, "Laa ilaaha illallah" (Tidak ada Tuhan nan berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri,--Dan mereka berkata, "Apakah sesungguhnya kami kudu meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?"--Sebenarnya dia (Muhammad) telah datang membawa kebenaran dan membenarkan rasul-rasul (sebelumnya).” (Qs. Ash Shaaffaat: 35-37)

Sedangkan dalam As Sunnah adalah hadits yang disebutkan dalam kitab Shahih dari Abu Musa radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Beliau bersabda,

«مَثَلُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ مِنَ الهُدَى وَالعِلْمِ، كَمَثَلِ الغَيْثِ الكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا، فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ، قَبِلَتِ المَاءَ، فَأَنْبَتَتِ الكَلَأَ وَالعُشْبَ الكَثِيرَ، وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ، أَمْسَكَتِ المَاءَ، فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ، فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا، وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى، إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لاَ تُمْسِكُ مَاءً وَلاَ تُنْبِتُ كَلَأً، فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللَّهِ، وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ، وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا، وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ»

“Perumpamaan petunjuk dan pengetahuan nan Allah mengutusku dengan membawanya seperti hujan deras nan menimpa bumi, di antara tanah itu ada nan baik, dia menerima air lampau menumbuhkan tumbuhan dan rerumputan yang banyak. Ada pula tanah nan tandus; dapat menahan air, dan Allah memberikan manfaat kepada manusia dengannya, sehingga mereka dapat minum, memberi munum, dan menanam. Ada pula nan menimpa tanah lain nan licin nan tidak menahan air dan tidak bisa menumbuhkan tanaman, maka seperti itulah perumpamaan orang yang faham kepercayaan Allah dan berfaedah baginya pengetahuan nan saya diutus Allah membawanya, ia pun belajar dan mengajarkannya, berbeda dengan orang nan tidak menerima petunjuk Allah nan saya diutus dengan membawanya.”

Pembatal-Pembatal Keislaman

            Ketahuilah, bahwa pembatal-pembatal keislaman ada sepuluh:

Pertama, syirik dalam beragama kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa nan selain syirik bagi siapa nan dikehendaki-Nya.” (Qs. An Nisaa: 116)

إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ

“Sesungguhnya orang nan mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya adalah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang kejam itu seorang penolong pun.” (Qs. Al Maidah: 72)

Termasuk syirik dalam ibadah adalah menyembelih untuk selain Allah seperti untuk hantu alias untuk kuburan.

Kedua, orang yang menjadikan antara dia dengan Allah perantara, dimana dia bermohon kepada perantara itu, meminta syafaat, dan bertawakkal kepadanya, maka dia telah kafir berdasarkan ijma.

Ketiga, orang nan tidak menyatakan kafir orang-orang musyrik alias ragu terhadap kekafiran mereka, alias apalagi membenarkan aliran mereka, maka dia kafir.

Keempat, orang nan meyakini bahwa petunjuk selain Nabi shallallahu alaihi wa sallam lebih sempurna daripada petunjuk Beliau, alias norma selainnya lebih baik daripada hukumnya, seperti halnya orang nan mengutamakan norma thagut di atas hukum Beliau, maka dia kafir.

Kelima, orang nan membenci sesuatu dari aliran nan dibawa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam meskipun dia mengamalkannya, maka dia telah kafir. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ

“Yang demikian itu adalah lantaran sesungguhnya mereka tidak suka kepada apa nan diturunkan Allah (Al Quran) lampau Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.” (Qs. Muhammad: 9)

Keenam, orang yang mengolok-olokkan perkara nan termasuk kepercayaan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, alias mengolok-olok pahala alias siksanya, maka dia kafir. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ (65) لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ

Katakanlah, "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya Anda selalu berolok-olok?"--Tidak usah Anda minta maaf, lantaran Anda kafir sesudah beriman.” (Qs. At Taubah: 65-66)

Ketujuh, sihir, termasuk di antaranya adalah pelet dan pengasihan. Barang siapa yang melakukannya alias ridha dengannya, maka dia kafir. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ

“Sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan, "Sesungguhnya Kami hanya ujian (bagimu), karena itu janganlah kamu kafir." (Qs. Al Baqarah: 102)

Kedelapan, membantu kaum musyrik melawan kaum muslimin. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Barang siapa di antara Anda mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang nan zalim.” (Qs. Al Maidah: 51)

Kesembilan, orang nan meyakini bahwa sebagian manusia boleh keluar dari hukum Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana Khidhir boleh keluar dari syariat Nabi Musa alaihis salam, maka dia kafir.

Kesepuluh, berpaling dari kepercayaan Allah Ta’ala, tidak mau mempelajarinya dan mengamalkannya. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ ثُمَّ أَعْرَضَ عَنْهَا إِنَّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ مُنْتَقِمُونَ  

“Dan siapakah yang lebih kejam daripada orang nan telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian dia beralih daripadanya? Sesungguhnya Kami bakal memberikan pembalasan kepada orang-orang nan berdosa.” (Qs. As Sajdah: 22)

            Tidak ada bedanya di antara pembatal-pembatal ini baik orang nan serius maupun bercanda dan orang nan cemas selain orang nan dipaksa. Semua pembatal tersebut termasuk pembatal nan paling rawan dan paling terjadi. Oleh karena itu, seorang muslim semestinya waspada dan cemas jika perihal itu menimpa dirinya. Kita berlindung kepada Allah dari hal-hal nan mendatangkan kemurkaan-Nya dan azab-Nya nan pedih.

Pembagian Tauhid

            Tauhid ada tiga bagian:

Pertama, Tauhid  Rububiyyah.

Inilah tauhid nan diakui orang-orang kafir di era Rasululllah shallallahu alaihi wa sallam, namun tidak membikin mereka masuk Islam, apalagi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tetap memerangi mereka dan menanggap legal darah dan kekayaan mereka. Tauhid rububiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam tindakan-Nya. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ

Katakanlah, "Siapakah nan memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, alias siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan nan hidup dari nan meninggal dan mengeluarkan nan meninggal dari yang hidup dan siapakah nan mengatur segala urusan?" Maka mereka bakal menjawab, "Allah". Maka katakanlah, "Mengapa Anda tidak bertakwa kepada-Nya)?" (Qs. Yunus: 31)

Ayat berkenaan dengan tauhid rububiyyah sangat banyak sekali.

Kedua, Tauhid  Uluhiyyah.

Tauhid inilah nan terjadi pertentangan di masa lampau dan masa sekarang, ialah mentauhidkan Allah dalam tindak hamba, seperti berdoa, bernadzar, berkurban, berharap, takut, tawakkal, harap, cemas, dan kembali. Semua macam-macam ibadah ini ada dalilnya dalam Al Qur’an.

Kedua, Tauhid  Dzat, Asma wa Shifat.

Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)

Katakanlah, "Dia-lah Allah, nan Maha Esa.--Allah adalah Tuhan nan bergantung kepada-Nya segala sesuatu.--Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan,--Dan tidak ada seorangpun nan setara dengan Dia." (Qs. Al Ikhlas: 1-4)

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Hanya milik Allah Asmaa-ul Husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang nan menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka bakal mendapat jawaban terhadap apa nan telah mereka kerjakan.” (Qs. Al A’raaf: 180)

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Tidak ada sesuatu nan serupa dengan-Nya, dan Dia Mahamendengar lagi Mahamelihat.” (Qs. Asy Syuuraa: 11)

Lawan Tauhid adalah Syirik

            Syirik ada tiga macam: syirik akbar (besar), syirik asghar (kecil), dan syirik khafiy (tersembunyi).

Pertama, syirik akbar tidak diampuni Allah dan tidak akan diterima kebaikan salehnya. Allah Azza wa Jalla berfirman,

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa nan selain syirik bagi siapa nan dikehendaki-Nya. Barang siapa nan mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya dia telah tersesat sejauh-jauhnya.” (Qs. An Nisa: 116)

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ

“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang nan berkata, "Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putera Maryam", Padahal Al Masih (sendiri) berkata, "Wahai Bani Israil! Sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu." Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya adalah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang kejam itu seorang penolong pun.” (Qs. Al Maidah: 72)

وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا

“Dan Kami hadapi segala kebaikan nan mereka kerjakan, lampau Kami jadikan kebaikan itu (bagaikan) debu nan berterbangan.” (Qs. Al Furqan: 23)

لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

"Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya bakal hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang nan merugi.” (Qs. Az Zumar: 65)

وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka ibadah nan telah mereka kerjakan.” (Qs. Al An’aam: 88)

Syirik Akbar ada empat macamnya:

Pertama, syirk dalam doa. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ

“Maka apabila mereka naik kapal mereka bermohon kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” (Qs. Al ‘Ankabut: 65)

Kedua, syirik dalam niat dan keinginan. Dalilnya firman Allah Ta’ala,

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ (15) أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (16)

“Barang siapa nan menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka jawaban pekerjaan mereka di bumi dengan sempurna dan mereka di bumi itu tidak akan dirugikan.---Itulah orang-orang nan tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di alambaka itu apa nan telah mereka usahakan di bumi dan sia-sialah apa nan telah mereka kerjakan.” (Qs. Hud: 15-16)

Ketiga, syirik dalam ketaatan. Dalilnya firman Allah Ta’ala,

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ

“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan nan Esa, tidak ada Tuhan (yang berkuasa disembah) selain Dia. Mahasuci Allah dari apa nan mereka persekutukan.” (Qs. At Taubah: 31)

Tafsirnya nan tidak diragukan lagi adalah dengan menaati ustadz alias mahir ibadah dalam bermaksiat, bukan dengan berdoa meminta kepada mereka. Hal ini sebagaimana tafsir Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada Addiy bin Hatim saat dia mengatakan “Kami tidak menyembah mereka,” maka Beliau menyampaikan bahwa penyembahan mereka kepada ustadz mereka adalah dengan menaati mereka dalam perihal maksiat.

Keempat, syirik dalam cinta. Dalilnya firman Allah Ta’ala,

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ

“Dan di antara manusia ada orang-orang nan menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah.” (Qs. Al Baqarah: 165)

Kedua, yang termasuk syirik juga adalah syirik asghar (kecil), ialah riya. Dalilnya adalah firman Allah Ta’alaa,

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan kebaikan yang saleh dan janganlah dia mempersekutukan seorang pun dalam beragama kepada Tuhannya." (Qs. Al Kahf: 110)

Ketiga, yang termasuk syirik juga adalah syirik khafi (tersembunyi).

Dalilnya sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

اَلشِّرْكُ فِي هَذِهِ الْأُمَّةِ أَخْفَى مِنْ دَبِيْبِ النَّمْلِ عَلَى صَفَاةٍ سَوْداَءِ فِي ظُلْمَةِ اللَّيْلِ

“Syirik di tengah umat ini lebih tersembunyi daripada rayapan semut di atas batu nan hitam di kegelapan malam.”

Kaffarat(penebus)nya adalah sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, ialah mengucapkan:

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ شَيْئًا وَأَنَا أَعْلَمُ وَأَسْتَغْفِرُكَ مِنَ الذَّنْبِ الَّذِيْ لاَ أَعْلَمُ

“Ya Allah, sesungguhnya saya berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu dengan sesuatu, sedangkan saya mengetahui, dan aku memohon pembebasan kepada-Mu dari dosa nan saya tidak ketahui.”

2 Macam Kufur

Pertama, kufur nan mengeluarkan dari Islam. Hal ini terbagi lima macam:

1.      Kufur takdzib (karena mendustakan)

Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِالْحَقِّ لَمَّا جَاءَهُ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِلْكَافِرِينَ

“Dan siapakah yang lebih kejam daripada orang-orang nan mengada-adakan kedustaan terhadap Allah alias mendustakan nan kewenangan ketika nan kewenangan itu datang kepadanya? Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang nan kafir?” (Qs. Al ‘Ankabut: 68)

2.      Kufur Ibaa wa Istikbar (Karena enggan dan sombong)

Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, "Sujudlah Anda kepada Adam," maka mereka sujud kecuali Iblis; dia enggan dan takabur dan adalah dia termasuk golongan orang-orang nan kafir.” (Qs. Al Baqarah: 34)

3.      Kufur Syak (ragu-ragu)

Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

وَدَخَلَ جَنَّتَهُ وَهُوَ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ قَالَ مَا أَظُنُّ أَنْ تَبِيدَ هَذِهِ أَبَدًا (35) وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِنْ رُدِدْتُ إِلَى رَبِّي لَأَجِدَنَّ خَيْرًا مِنْهَا مُنْقَلَبًا (36) قَالَ لَهُ صَاحِبُهُ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَكَفَرْتَ بِالَّذِي خَلَقَكَ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ سَوَّاكَ رَجُلًا (37) لَكِنَّا هُوَ اللَّهُ رَبِّي وَلَا أُشْرِكُ بِرَبِّي أَحَدًا (38)

“Dan dia memasuki kebunnya sedang dia kejam terhadap dirinya sendiri; dia berkata, "Aku kira kebun ini tidak bakal lenyap selama-lamanya,--Dan saya tidak mengira hari hariakhir itu bakal datang, dan jika sekiranya saya dikembalikan kepada Tuhanku, pasti saya bakal mendapat tempat kembali nan lebih baik dari pada kebun-kebun itu".--Kawannya (yang mukmin) berbicara kepadanya - sedang dia bercakap-cakap dengannya, "Apakah Anda kafir kepada (tuhan) yang menciptakan Anda dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lampau Dia menjadikan kamu seorang laki-laki nan sempurna?--Tetapi saya (percaya bahwa): Dialah Allah, Tuhanku, dan saya tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku.” (Qs. Al Kahf: 35-38)

4.      Kufur I’raadh (karena berpaling)

Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

وَالَّذِينَ كَفَرُوا عَمَّا أُنْذِرُوا مُعْرِضُونَ

“Dan orang-orang nan kafir beralih dari apa nan diperingatkan kepada mereka.” (Qs. Al Ahqaaf: 3)

5.      Kufur Nifaq (karena kemunafikan)

Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ آمَنُوا ثُمَّ كَفَرُوا فَطُبِعَ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا يَفْقَهُونَ

“Yang demikian itu adalah lantaran bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lampau hati mereka dikunci mati; lantaran itu mereka tidak dapat mengerti.” (Qs. Al Munafiqun: 3)

Kedua, yaitu kufur ashghar (kecil) nan tidak mengeluarkan dari Islam.

Misalnya adalah kufur nikmat. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ

“Dan Allah telah membikin suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri nan dahulunya kondusif lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; lantaran itu Allah merasakan kepada mereka busana kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa nan selalu mereka perbuat.” (Qs. An Nahl: 112)

Nifak Terbagi Dua; I’tiqadi dan ‘Amali

Nifak I’tiqadiy (terkait keyakinan) ada enam macam, dimana pelakunya termasuk penghuni neraka nan paling bawah.

Pertama, mendustakan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Kedua, mendustakan sebagian nan dibawa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Ketiga, membenci Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Keempat, membenci sebagian nan dibawa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Kelima, senang ketika kepercayaan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak berjaya.

Keenam, tidak suka kepercayaan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berjaya.

            Adapun nifaq ’Amali (terkait dengan amalan), maka ada lima macam. Dalilnya sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

آيَةُ المُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

“Tanda orang munafik itu tiga; ketika berbicara berdusta, ketika berjanji mengingkari, dan ketika diamanahkan berkhianat.”

Dalam sebuah riwayat disebutkan,

وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ

“Apabila bentrok dia bertindak jahat, dan apabila mengadakan perjanjian melakukan pelanggaran.”

Makna Thagut dan Tokoh-Tokohnya

            Ketahuilah -semoga Allah merahmatimu- bahwa tanggungjawab pertama nan Allah wajibkan kepada anak cucu Adam adalah ingkar kepada thagut dan beragama kepada Allah. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada setiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut.” (Qs. An Nahl: 36)

Adapun bentuk ingkar kepada thagut adalah engkau meyakini batalnya peribadatan kepada selain Allah, meninggalkannya, membencinya, dan menyatakan kafir pelakunya, dan memusuhinya.

            Sedangkan beriman kepada Allah adalah engkau meyakini bahwa Allah adalah Tuhan yang satu-satunya berkuasa disembah tidak selain-Nya dan engkau mengikhlaskan semua bentuk ibadah kepada Allah serta menafikan ibadah kepada selain-Nya, engkau mencintai orang-orang nan tulus dan berwala (memberikan loyalitas) kepada mereka. Engkau juga membenci orang-orang nan melakukan kemusyrikan dan memusuhi mereka. Inilah aliran Nabi Ibrahim alaihis salam, dimana hanya orang-orang nan tolol nan membencinya.

Demikianlah teladan kita nan Allah Azza wa Jalla sampaikan dalam firman-Nya,

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ إِلَّا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ

“Sesungguhnya telah ada suri tauladan nan baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berbicara kepada kaum mereka, "Sesungguhnya Kami berlepas diri dari Anda dari dari apa nan Anda sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai Anda beragama kepada Allah saja. selain perkataan Ibrahim kepada bapaknya, "Sesungguhnya saya akan memohonkan pembebasan bagi Anda dan saya tidak dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata), "Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah Kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah Kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah Kami kembali." (Qs. Al Mumtahanah: 4)

Thagut berlaku umum, dimana setiap nan disembah selain Allah, dia ridha disembah baik ia sebagai orang nan disembah, diikuti, alias ditaati nan bukan dalam ketaatan Allah dan rasul-Nya, maka dia adalah thagut.

Thagut juga banyak, tokohnya ada lima, yaitu:

Pertama, setan nan membujuk beragama kepada selain Allah. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَنْ لَا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai Bani Adam agar Anda tidak menyembah setan? Sesungguhnya setan itu adalah musuh nan nyata bagi kamu," (Qs. Yaasiin: 60)

Kedua, pemimpin nan kejam nan merubah hukum-hukum Allah Ta’ala. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang nan mengaku dirinya telah beragama kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa nan diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari Thaghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.” (Qs. An Nisaa: 60)

Ketiga, orang yang berhukum dengan selain nan Allah turunkan.  Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

“Barang siapa nan tidak memutuskan menurut apa nan diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang nan kafir.” (Qs. Al Maidah: 44)

Keempat, orang nan mengaku tahu nan gaib di samping Allah. Dalilnya adaklah firman Allah Ta’ala,

عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا (26) إِلَّا مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا (27)

 (Dia adalah Tuhan) nan mengetahui nan ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang nan ghaib itu.--Kecuali kepada Rasul nan diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di depan dan di belakangnya.” (Qs. Al Jinn: 26-27)

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua nan ghaib; tidak ada nan mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa nan di daratan dan di lautan, dan tidak ada sehelai daun pun nan gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu nan basah atau nan kering, melainkan tertulis dalam kitab nan nyata (Lauh Mahfudz)." (Qs. Al An’aam: 59)

Kelima, orang nan disembah di samping Allah, sedangkan dia ridha disembah. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

وَمَنْ يَقُلْ مِنْهُمْ إِنِّي إِلَهٌ مِنْ دُونِهِ فَذَلِكَ نَجْزِيهِ جَهَنَّمَ كَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ

“Dan peralatan siapa di antara mereka, mengatakan, "Sesungguhnya saya adalah tuhan selain Allah", maka orang itu Kami beri jawaban dengan Jahannam, demikian Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang zalim.” (Qs. Al Anbiya: 29)

            Demikian pula hendaknya diketahui, bahwa seseorang tidaklah menjadi seorang mukmin kecuali dengan ingkar kepada thagut. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Karena itu barang siapa nan ingkar kepada Thaghut dan beragama kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali nan sangat kuat nan tidak bakal putus. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (Qs. Al Baqarah: 256)

Petunjuk itulah kepercayaan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dan kesesatan itulah agama Abu Jahal, buhul tali nan kuat itulah persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berkuasa disembah selain Allah nan di dalamnya mengandung nafyu dan itsbat, ialah engkau tiadakan semua ibadah kepada selain Allah dan engkau menetapkan bahwa semua ibadah hanya ditujukan kepada Allah saja; tidak ada sekutu bagi-Nya.

Segala puji bagi Allah nan dengan nikmat-Nya kebaikan menjadi sempurna.


Hr. Abu Dawud, dan dishahihkan oleh Al Albani.

Hr. Muslim.

Hr. Muslim.

Hr. Muslim.

Hr. Muslim.

Hr. Bukhari.

Hr. Bukhari dan Muslim.

Didhaifkan oleh Al Albani dalam Adh Dha’ifah no. 6617. Al Albani berkata, “Isnad ini dhaif, para perawinya tsiqah selain Muhammad bin Abdillah bin Maimun ialah Ath Thaifiy, dia adalah seorang nan majhul (tidak dikenal), tidak ada nan meriwayatkan darinya selain Wabr ini sebagaimana dinyatakan oleh Ibnul Madiniy dan Adz Dzahabi, sedangkan Al Hafizh menyatakan maqbul (diterima). Al Albani juga berkata, “Dia menyendiri dengan susunan lafaz ini, dan di dalamnya terdapat perkara asing nan jelas.”.

Hr. Bukhari dan Muslim.

Yang rajih hadits ini adalah dhaif (Lihat Qowaid Wa Fawaid minal Arbain An-Nawawiyah, karya Nazim Muhammad Sulthan hal. 355, Misykatul Mashabih takhrij Syaikh Al Albani, hadits no. 167, juz 1, dan Jami Al Ulum wal Hikam oleh Ibnu Rajab). Hadits ini tidak shahih lantaran dalam sanadnya ada Nu’aim bin Hammad nan menyendiri dengan hadits ini, sedangkan Nu’aim didhaifkan oleh sebagian ulama. Di samping itu, sanadnya pun diperselisihkan terhadap Nu’aim nan sesekali meriwayatkan dari Ats Tsaqafi dari Hisyam, sedangkan Ats Tsaqafi tidak dikenal, alias ia meriwayatkan dari Ats Tsaqafi dari sebagian syaikh, sehingga Ats Tsaqafi meriwayatkan dari seorang syaikh nan majhul (tidak dikenal) sehingga bertambah majhul pada sanadnya, demikian pula terjadi idhthirab (kegoncangan dan bertabrakan) dalam isnadnya, lihat Jami’ul Ulum wal Hikam 2/391.

Hr. Bukhari.

Hr. Al Hakim dari Ibnu Abbas, Ahmad, Hakim, Abu Nuaim dari Aisyah, Ahmad dari Abu Musa, Bukhari dalam Al Adab, Abu Yala, dan Ibnus Sunniy dari Abu Bakar. Dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami no. 3730 sampai pada kata ‘min dabibin naml’ (daripada rayapan semut).

Al Haitsami menyebut hadits nan maknanya mirip dengan di atas dan berkata, “Diriwayatkan oleh Ahmad dan Thabrani dalam Al Kabir dan Al Awsath, para perawi Ahmad adalah para perawi kitab shahih selain Abu Ali, namun dia ditsiqahkan oleh Ibnu Hibban.” Namun pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah menyatakan isnnadnya dhaif lantaran majhulnya Abu Ali Al Kahiliy. Wallahu a’lam.

Hr. Bukhari dan Muslim.

Hr. Tirmidzi dan lain-lain, dinyatakan hasan shahih oleh Tirmidzi.

Selengkapnya