Workplace Spirituality : Pengertian, Karakterstik, Aspkek, Dan Dampak Workplace Spirituality, Serta Nilai Yang Terkandung Dalam Workplace Spirituality

Sedang Trending 2 tahun yang lalu

Pengertian Workplace Spirituality. Istilah “workplace spirituality” alias “spiritualitas di tempat kerja” merupakan pengimplimentasian nilai-nilai kepercayaan nan muncul dan berasal dari dalam kepercayaan nan dimiliki oleh perseorangan nan dapat membawa akibat positif di tempat kerja. Workplace spirituality diawali dengan pengakuan bahwa setiap orang mempunyai kehidupan pribadi (inner) dan kehidupan luar (outer), di mana pengembangan kehidupan pribadi dapat mengakibatkan kehidupan luar nan lebih berarti dan lebih produktif.

Workplace spirituality tidak mengenai dengan praktik-praktik religius nan terorganisasi, tidak juga tentang Tuhan ataupun teologi, melainkan berangkaian dan berfokus pada toleransi, kesabaran, tujuan, serta pemikiran mengenai norma-norma organisasi untuk membentuk nilai-nilai pribadi. Workplace spirituality menyadari bahwa manusia mempunyai kehidupan jiwa nan tumbuh dan ditumbuhkan oleh pekerjaan nan bermakna, nan berjalan dalam konteks komunitas.

Selain itu, pengertian workplace spirituality dapat juga dijumpai dalam beberapa pendapat nan dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah :

  • Stephen P. Robbins, dalam “Perilaku Organisasi”, menyebut bahwa workplace spirituality adalah corak kesadaran manusia mempunyai kehidupan jiwa nan tumbuh dan ditumbuhkan oleh pekerjaan nan berarti nan berjalan dalam konteks komunitas. Organisasi nan mendukung kultur spiritual mengakui bahwa manusia mempunyai pikiran dan jiwa, berupaya mencari makna dan tujuan dalam pekerjaan mereka, gairah untuk berasosiasi dengan orang lain, serta menjadi bagian dari sebuah komunitas.
  • John M. Ivancevich, Robert Konopaske, dan Michael T. Matteson, dalam “Perilaku Organisasi dan Manajemen”, menyebut bahwa workplace spirituality adalah tenaga kerja mempunyai kehidupan individual nan berkembang dan dikembangkan dengan melakukan pekerjaan nan relevan, berfaedah dan menantang.

Karakteristik Workplace Spirituality. Workplace spirituality mempunyai beberapa karakteristik. Stephen P. Robbins menjelaskan bahwa workplace spirituality memiliki beberapa karakter sebagai berikut :

  • adanya kesadaran bakal tujuan nan kuat. Organisasi spiritual mendasarkan kultur mereka pada suatu tujuan nan bermakna. Meskipun penting, untung bukanlah nilai utama organisasi. Orang dapat terilhami oleh tujuan nan mereka yakini krusial dan bermakna.
  • berfokus terhadap pengembangan individual. Organisasi spiritual menyadari makna dan nilai setiap manusia. Mereka tidak hanya menyediakan pekerjaan. Mereka mencoba menciptakan kultur dimana tenaga kerja dapat terus belajar dan tumbuh.
  • tubuhnya kepercayaan dan respek. Organisasi spiritual dicirikan oleh tumbuhnya sikap saling percaya, jujur, dan terbuka. Para manajer tidak takut mengakui kesalahan.
  • adanya praktik kerja nan manusiawi. Praktik-praktik nan dianut oleh organisasi spiritual ini meliputi agenda kerja nan fleksibel, hadiah berbasis golongan dan organisasi, penyempitan kesenjangan penghasilan dan status, agunan hak-hak pekerja, pemberdayaan karyawan, dan keamanan kerja.
  • adanya toleransi dan ekspresi karyawan. Karakteristik terakhir nan membedakan organisasi berbasis spiritual adalah bahwa mereka tidak menekan sisi emosional karyawan. Organisasi memberi ruang bagi tenaga kerja untuk menjadi diri mereka sendiri untuk mengutarakan suasana hati dan emosi mereka.

Sedangkan John Milliman, Andrew J. Czaplewski, dan Jeffrey Ferguson, dalam “Workplace Spirituality and Smployee Work Attitudes: An Exploratory Empirical Assessment”, nan dimuat dalam Journal of Organizational Change Management, Volume : 16(4), Tahun 2003, menjelaskan bahwa beberapa karakter alias ciri-ciri dari workplace spirituality adalah :

1. Meaningful work.

Meaning work atau pekerjaan nan bermakna, nan meliputi :

  • merasa nyaman sehingga dapat menggunakan talenta dan talenta pribadi.
  • merasakan spirit nan dibangkitkan oleh pekerjaan.
  • merasa bahwa pekerjaan berasosiasi dengan perihal nan krusial dalam hidup.
  • melihat hubungan antara pekerjaan dengan hal-hal nan baik secara sosial.
  • memahami makna pribadi (belajar dan berkembang) nan diberikan oleh pekerjaan.
  • iklim membikin perseorangan menyukai pekerjaan.

2. Sense of community.

Sense of community alias emosi terhubung dengan komunitas, nan meliputi :

  • merasakan adanya masa depan nan lebih baik berbareng dengan rekan kerja.
  • merasa sebagai bagian dari komunitas.
  • percaya bahwa rekan kerja saling mendukung.
  • merasa bebas mengekspresikan pendapat.
  • merasa bahwa tenaga kerja terhubung dengan tujuan berbareng dalam pekerjaan.
  • percaya bahwa tenaga kerja saling peduli.
  • merasa sebagai satu keluarga.

3. Alignment with organizational values.

Alignment with organizational values alias penyelarasan dengan nilai-nilai organisasi, nan meliputi :

  • merasa sejalan dengan nilai-nilai organisasi.
  • merasakan bahwa organisasinya peduli pada kaum nan kesusahan alias tertindas.
  • merasakan bahwa organisasinya memberi perhatian pada semua karyawan.
  • merasakan bahwa organisasinya mempunyai consciente/hati nurani nan tertuang dalam tujuan dan pengelolaan organisasi.
  • merasa tergerak dengan tujuan-tujuan organisasi.
  • merasa bahwa organisasi peduli terhadap kesehatan karyawan.
  • merasa terhubung dengan misi organisasi.
  • merasa bahwa organisasi peduli pada kehidupan spiritual karyawan.

Aspek Workplace Spirituality. Berdasarkan karakter workplace spirituality tersebut, dapat disimpulkan bahwa workplace spirituality mempunyai beberapa aspek. John Milliman, Andrew J. Czaplewski, dan Jeffrey Ferguson menjelaskan bahwa terdapat tiga aspek dalam workplace spirituality, ialah :

1. Meaningful work.

Meaningful work beraksi pada level individu. Aspek meaningful work merepresentasikan gimana pekerja berinteraksi dengan pekerjaan mereka dari hari ke hari pada tingkatan individu. Aspek ini merupakan aspek esensial dari workplace spirituality, nan terdiri dari :

  • kemampuan untuk merasakan makna terdalam.
  • tujuan dari suatu pekerjaan.

2. Sense of community.

Sense of community mewakili level kelompok. Aspek ini merujuk pada tingkat golongan dari perilaku manusia dan konsentrasi pada hubungan antara pekerja dan rekan kerja mereka. Pada level ini spiritualitas terdiri dari :

  • hubungan mental,
  • hubungan emosional, dan ;
  • hubungan spiritual,

pekerja dalam sebuah tim alias golongan di dalam organisasi.

3. Alignment with organizational values.

Alignment with organizational values beroperasi pada level organisasi, nan merupakan penyelarasan antara nilai-nilai pribadi tenaga kerja dengan misi dan tujuan dari organisasi. Aspek ini berasosiasi dengan :

  • premis bahwa tujuan organisasi itu lebih besar dari pada tujuan pribadi dan seseorang kudu memberikan kontribusi terbaiknya untuk organisasi.

Keselarasan juga berfaedah bahwa perseorangan percaya bahwa manajer dan tenaga kerja dalam organisasi mereka mempunyai nilai-nilai nan sesuai, mempunyai hati nurani nan kuat, dan konsisten tentang kesejahteraan tenaga kerja dan komunitasnya.

Dampak Workplace Spirituality. Penerapan workplace spirituality di tempat kerja dapat memunculkan beberapa akibat positif. S. Krishnakumar dan C.P. Neck, dalam “The What Why and How of Spirituality in the Workplace”, nan dimuat dalam Journal of Managerial Psychology, Volume : 17(3), Tahun 2002, menjelaskan bahwa akibat positif dari penerapan workplace spirituality di tempat kerja adalah :

1. Menumbuhkan kreativitas.

Spiritualitas dapat menimbulkan kesadaran, kesadaran menimbulkan intuisi, dan intuisi menimbulkan kreativitas. Spiritualitas menimbulkan kegembiraan dan kepuasaan sehingga tenaga kerja dapat lebih kreatif. Lebih lanjut, perihal ini dapat meningkatkan performansi organisasi dan kesuksesan finansial.

2. Menumbuhkan kejujuran dan kepercayaan.

Kejujuran dan kepercayaan tidak dapat diragukan ada di seluruh transaksi bisnis. Kepercayaan antara organisasi dan tenaga kerja memegang peran vital dalam performansi perusahaan. Kepercayaan dapat menimbulkan performansi organisasi nan lebih baik, memperlancar pengambilan keputusan, komunikasi nan lebih baik, konsentrasi pada pengguna dan penemuan nan lebih baik.

3. Pemenuhan personal.

Penerapan spiritualitas bakal menuntun tenaga kerja merasa komplit saat mereka datang ke tempat kerja. Hal ini bakal menghasilkan derajat pemenuhan individual nan tinggi dan meningkatkan moral. Lebih lanjut, perihal ini dapat meningkatkan performansi organisasi dan kesuksesan finansial.

4. Meningkatkan komitmen.

Spiritualitas meningkatkan komitmen dengan menciptakan suasana penuh kepercayaan di tempat kerja. Komitmen tampak dalam corak komitmen afektif, ialah tenaga kerja bisa mengidentifikasi diri dengan tujuan organisasi dan tenaga kerja mahu membantu organisasi mencapai tujuan tersebut.

5. Meningkatkan performansi organisasi.

Performansi organisasi dan kesuksesan finansial dapat meningkat seiring penerapan spiritualitas di tempat kerja. Hal ini disebabkan organisasi nan menerapkan spiritualitas secara nyata mendorong tenaga kerja untuk membawa diri secara keseluruhan ke pekerjaan.

Nilai Workplace Spirituality. Terdapat beberapa nilai nan terkandung dalam workplace spirituality. Carole L. Jurkiewicz dan Robert A. Giacalone, dalam “A Values Framework for Measuring The Impact of Workplace Spirituality on Organizational Performance”, nan dimuat dalam Journal of Business Ethics, Volume : 49, Tahun 2004, menjelaskan bahwa beberapa nilai nan terkandung dalam workplace spirituality adalah :

1. Benevolence.

Organisasi adalah arena emosional nan kudu dipahami sebagai suatu kejadian di dalam organisasi. Aktivitas-aktivitas kebaikan di dalamnya bakal menimbulkan emosi positif pada perilaku tenaga kerja nan berakibat pada peningkatan keahlian karyawan.

2. Generativity.

Karyawan nan generativity-nya tinggi senang memberikan alias menurunkan sesuatu pada orang alias pihak nan mengikutinya. Salah satu corak perilaku dari generativity adalah mentoring alias pendampingan nan mana secara positif berasosiasi dengan peningkatan kepuasan kerja.

3. Humanism.

Humanism mempunyai makna dalam perspektif duniawi bahwa memperkuat keahlian dan tanggung jawab tiap perseorangan untuk hidup adalah dengan langkah membawa kebaikan kemanusiaan nan lebih besar.

4. Integrity.

Bermacam-macam nilai maupun etika sering menimbulkan gesekan antar kehidupan individual di dalam organisasi. Penyatuan nilai-nilai di dalam organisasi bakal membawa kebaikan pada kehidupan organisasi.

5. Justice.

Prinsip alias nilai ini adalah tentang gimana tenaga kerja memandang setara tidaknya perlakuan nan diterimanya dari organisasi.

6. Mutuality.

Karyawan nan saling terhubung dan saling tergantung seperti nan dialami melalui rasa kemasyarakatan dan kerja nan berarti bakal meningkatkan komitmen organisasi dan self-esteem. Prinsip ini menekankan pada hubungan nan terjadi antar karyawan.

7. Receptivity.

Prinsip ini terlihat melalui pandangan tenaga kerja terhadap gimana peran majelis jabatan, peran atasan, maupun peran manajer dalam menghadapi situasi dan kondisi dalam lingkungan kerjanya.

8. Respect.

Nilai workplace spirituality ini menekankan pada penghormatan nan diberikan oleh organisasi kepada karyawannya.

9. Responsibility.

Ketika tenaga kerja diizinkan untuk segera berdikari dalam pencapaian tujuan, ditunjukkan dengan adanya peningkatan dalam produktivitas kerja dan komitmen organisasi.

10. Trust.

Organisasi dengan tingkat trust yang tinggi menunjukkan berkurangnya perilaku politis dan hubungan golongan nan kooperatif dan suportif serta komitmen tenaga kerja nan lebih besar. Nilai trust tampak pada tidak adanya rasa berprasangka pada diri tenaga kerja terhadap elemen-elemen nan ada di dalam perusahaan.

Demikian penjelasan berangkaian dengan pengertian workplace spirituality, karakteristik, aspek, dan akibat workplace spirituality, serta nilai nan terkandung dalam workplace spirituality.

Semoga bermanfaat.

Selengkapnya